Road to Kepayang : “Together Pursuit The Happiness”

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Bismillaahirrahmaanirrahiim

Happiness
Together pursuit the happiness :)
Ku Bahagia
Kita bermain-main
Siang-siang hari senin
Tertawa satu sama lain
Semua bahagia semua bahagia
Kita berangan-angan
Merangkai masa depan
di bawah kering dahan-dahan
Semua bahagia semua bahagia
Matahari..
Seakan tersenyum
Walau makan susah
Walau hidup susah
Walau tuk senyum-pun susah
Rasa syukur ini karena bersamamu juga susah dilupakan
Walau makan susah
Walau hidup susah
Walau tuk senyum-pun susah
Rasa syukur ini karena bersamamu juga susah dilupakan
Aku bahagia aku bahagia
Kita berlari-lari bersama mengejar mimpi
Tak ada kata tuk berhenti
Semua bahagia semua bahagia
Matahari….
Seakan tersenyum
Walau makan susah
Walau hidup susah
Walau tuk senyum-pun susah
Rasa syukur ini karena bersamamu juga susah dilupakan
Walau makan susah
Walau hidup susah
Walau tuk senyum-pun susah
Rasa syukur ini karena bersamamu juga susah dilupakan
Aku bahagia aku bahagia
**
Peta Kabupaten Musi Banyuasin, Sumsel
Izinkanlah saya untuk membuka catatan ini dengan lagu pembuka dari Sherina yang berjudul “Ku Bahagia”. Segala puji bagi Allah Yang telah memberikan dua nikmat yang selalu saya ingat: nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga saya bisa menjelajah ke Desa Kepayang, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Sungguh, skenario Allah sangat indah. Inilah perjalanan pertama saya di daerah penempatan sahabat saya di Indonesia Mengajar. Sebuah pengalaman yang tak akan pernah terlupakan. Sebuah jejak manis yang akan selalu tersimpan di lubuk hati terdalam. Setapak jejak kecil yang menciptakan sebuah rasa : KEBAHAGIAAN.

Bukan sebuah kebahagiaan yang membuat kita tersenyum, tapi manakala kita tersenyum memunculkan rasa bahagia. Tidak selalu kondisi ‘keberlimpahan’ membuat seseorang bahagia, justru kondisi ‘keterbatasan’ membuat seseorang bisa berbahagia. Semula saya tidak mengerti kalimat tersebut. Mengapa orang yang hidupnya serba terbatas bisa menemukan arti kebahagiaan sesungguhnya? Manusia yang hidupnya serba kecukupan ternyata belum menemukan arti kebahagiaan seutuhnya. Perlahan-lahan saya memahami makna ‘kebahagiaan’ di desa terpencil ini.

“Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?” QS 55 : 55

sunrise
sunrise Jakarta
Bismillah. Road to Kepayang Village [13 - 19 April 2014]
Semarang – Jakarta - Palembang, 13 April 2014

Melewati Shubuh dengan tenang kemudian check in Bandara Achmad Yani di ambang batas waktu keberangkatan. Alhamdulillah, pesawat belum tinggal landas. Duduk di dekat jendela, menikmati panorama pagi yang luar biasa. Mentari pagi mulai muncul perlahan-lahan. Awan putih bergerak ke sana-sini. Saya terasa bermimpi. Benarkah saya akan menemui anak-anak kecil di sana? Berlari dari dunia korespondensi menuju ke dunia nyata? Setetes embun mengalir dari pipi saya. Saya berada di dunia nyata. Sebentar lagi saya akan menemui mereka. Insya Allah. Perjalanan masih panjang..

Setiba di Jakarta, saya rehat sejenak di mushola kecil bandara. Di sana, saya berkenalan dengan seorang muslimah dari Purworejo. Rupanya, dia mau perjalanan ke Aceh, tempat kerjanya berada. Semalaman si Mbak menempuh perjalanan kereta dan baru sampai di CGK pagi harinya. Obrolan cerita ringan-pun mengalir sampai kami bertukaran film-film. Waktu penantian-pun tidak terasa hingga saya menuju pintu keberangkatan. Si Mbak menitip salam buat anak-anak. Dulu, ia juga bernasib sama dengan saya; berkeinginan untuk mengikuti program IM namun belum ada kesempatan.

Perjalanan dari Jakarta ke Palembang ternyata tidak selama yang saya bayangkan. Cukup menempuh waktu 80 menit dari CGK dengan menggunakan angkutan udara. Jika menggunakan angkutan darat, maka bisa berhari-hari lamanya. Saya berangkat pada pukul 09.30 dan tiba pada pukul 10.50 di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin, Kota Palembang. Wow, bangunan bandara ini lebih luas dan berkembang jika dibandingkan dengan bandara di Kota Semarang. Saya mengagumi arsistektur bangunannya meskipun sebagian lahan masih dikerjakan renovasi.

Bandara Sultan Mahmud Badaruddin Palembang
Bandara Sultan Mahmud Badaruddin, Palembang
Seusai mengambil barang di tempat bagasi, saya menuju pintu keluar. Rupanya Rinay sudah menunggu saya di Bandara. Saya mengetahui kehadirannya lewat jaket IM yang dia pakai. Saya melihatnya sedang sibuk memegang ponsel. Kemudian saya menyapanya dan kami bergegas mencari taksi. Rinay mengusulkan keberangkatan ke Desa ditunda sampai siang esok, mengingat waktu untuk menuju jembatan Ampera terlalu mepet. Selain itu, kami butuh waktu istirahat agar badan tidak terlalu drop. Kami menginap di rumah teman Rinay yang juga PM di Kota Palembang. Teman Rinay tersebut bertugas di Sangihe, Sulawesi Utara. Kebetulan Rinay dan kawan-kawan ada agenda kelas Inspirasi kemarin Sabtu, jadi masih menginap di Kota Palembang. Selain itu, jadwal Rinay minggu lalu dipadati oleh liputan Net TV di desanya (Insya Allah, liputan tentang Desa Kepayang akan ditayangkan bulan Mei 2014). Tugas sebagai PM bukan hanya mengajar di desa saja, kadang mereka mengadakan kegiatan di tingkat Kecamatan, Kabupaten, hingga Provinsi.

Tim Pengajar Muda (PM) di Provinsi Sumatera Selatan terbilang unik. Karena hanya di Provinsi inilah yang terbagi menjadi dua tim di dua kabupaten (Musi Banyuasin dan Muara Enim). Biasanya untuk satu Provinsi terdapat satu tim PM di satu Kabupaten. Dalam satu Kabupaten terdapat enam PM. Rinay termasuk dalam Kabupaten Musi Banyuasin, angkatan VI. Desanya terletak di paling ujung Kecamatan Banyu Lencir. Dalam satu Kecamatan, dia bersama dua rekannya. Tiga rekan lain terletak di Kecamatan yang berbeda. Subhanallah, jarak antar desa bisa menempuh waktu 1-2 jam jika menggunakan speedboat. Yaa. Hanya transportasi speedboat yang bisa digunakan untuk melewati anak-anak sungai Musi yang lebar. Di sepanjang sisi sungai terdapat banyak hutan sawit dan rawa-rawa yang dihuni buaya, biawak, tupai, dan binatang lainnya.
perjalanan speedboat
perjalanan speedboat
Palembang - Kepayang, 14 April 2014
Hari pertama di Kota Palembang saya habiskan di rumah singgah teman Rinay. Keesokan paginya, saya mengunjungi masjid megah yang terletak di belakang rumah bernama Masjid Darussaid. Masjid yang baru berumur dua tahun ini sepintas terlihat seperti miniatur benteng. Syukurlah, saya diizinkan masuk ke menara masjid untuk melihat potret matahari terbit dan pemandangan kota Palembang. Masya Allah..
Sunrise di Masjid Darussaid
Sunrise di Masjid Darussaid
Pukul sebelas kami berangkat menuju jembatan Ampera. Setiba di dermaga, Rinay mencari kapal speedboat yang bertujuan ke Desa Kepayang. Sebelum masuk ke kapal, saya sempat mengabadikan kondisi kapal-kapal yang berada di bawah jembatan Ampera. Perlu berhati-hati saat menaiki atap kapal yang berisi barang-barang bawaan penumpang. Selain itu, perlu berwaspada juga terhadap para pencopet yang berkeliaran di dermaga.
speedboat ampera
Have a save trip!
Pukul setengah satu, sang nahkoda siap memberangkatkan penumpang. Bismillahi majreha wamursaha inna rabbi laa ghofurrurohiim.. Dua mesin turbo kapal telah dinyalakan. Kapal-pun bergerak melawan arus deras sungai Musi. Saya dan Rinay duduk persis di belakang Nahkoda. Yap! Perjalanan kapal ini mengalami guncangan seperti gempa bumi #eh gempa sungai, ya? Hehe.. Arus sungai Musi luar biasa kencang.. Perut saya ikut terombang-ambing, namun tidak sampai ingin muntah. Syukurlah… Kami diberi kekuatan sampai arus sungai mulai tenang.

Sebelum perjalanan, saya sempat minum penolak angin biar kondisi perut tetap terjaga. Alias biar tidak makan angin gitu, deh. Saya mengagumi sang Nahkoda yang terlihat lihai mengemudi. Namun saya membenci asap rokok yang keluar dari mulutnya. Hmm.. Masker yang dibawa dari rumah berfungsi juga.
Sepanjang perjalanan, saya dan Rinay berbincang-bincang sambil mengurangi kejenuhan. Maklum, perjalanan dari jembatan Ampera hingga Desa Kepayang memakan waktu sekitar empat jam. Jadi, kami isi dengan obrolan, atau tidur-tiduran melepas kelelahan.

Rinay Tyta Febriana (kanan)
Rinay Tyta Febriana (kanan)
Rinay Tyta Febriana. Saya belum terlalu lama mengenal sosok teman yang satu ini. Kalau tidak salah, pertengahan tahun 2012 saya mengenalnya dari seorang teman di jejaring blog, kemudian berinteraksi dengannya di jejaring sosial. Dia se-alumni UNDIP dengan saya (fakultas tetangga), angkatan 2007. Hubungan kami lebih dekat ketika saya mengetahui dia mengikuti program IM dan saya tertarik untuk mengenal lebih dekat anak-anak didiknya. Masya Allah.. Saya benar-benar bersyukur bisa mengenal mereka meskipun lewat korespondensi saja. Surat pertama saya kirim pada akhir November 2013 lalu mendapatkan balasan pada awal bulan Februari 2014. Kegiatan korespondensi-pun semakin berlanjut, hingga saya memutuskan berkeinginan untuk menemui mereka.

Perencanaan pergi ke Kepayang saya pertimbangkan dengan waktu cuti saya. Kebetulan pada Maret 2014, saya memiliki sisa cuti 2013 selama empat hari. Namun sayang, sisa cuti tidak bisa dipergunakan mengingat saya dan Rinay ada kegiatan di akhir bulan Maret. Kemudian, kami mencari tanggal yang pas untuk pertemuan. Dalam beberapa minggu, Rinay sulit dihubungi lewat WA maupun SMS. Saya khawatir, apakah ponselnya baik-baik saja karena saya menunggu konfirmasi hampir seminggu lebih lamanya. Kemudian awal Minggu April 2014, Rinay menghubungi saya kembali dengan nomor yang berbeda dan mengkonfirmasi jadwal pertemuan selanjutnya. Dia menawarkan jadwal pertengahan April 2014 dan saya diperbolehkan cuti oleh Bos saya selama empat hari menggunakan cuti 2014. Yeay! Semula saya berencana untuk mengambil pertengahan April, ternyata Allah Meridhoinya dengan meluangkan waktu saya dan Rinay.

Bagi Rinay, alasannya mengikuti program IM adalah ingin meninggalkan zona nyaman. Ia ingin memberikan kontribusi yang bermanfaat lewat jalur pendidikan. Selain itu, ia juga menyukai dunia anak-anak. Setiap anak kecil yang kami jumpai, selalu hangat disapanya.

Subhanallah, ya. Menjadi PM adalah sebuah bentuk kehormatan. Mungkin di luar kita menganggap teman-teman PM adalah teman-teman yang keren karena pengabdiannya di desa terpencil. Tetapi kenyataan di dalamnya, teman-teman PM menghadapi aneka tantangan dan hambatan selama masa tugasnya. Entah itu tantangan dari kondisi lingkungan sosial, kondisi sekolah, kondisi homestay, atau kondisi alam di tempat tugas. Oleh karena itu, sebelum terjun ke lapangan, teman-teman PM dibekali ilmu training yang bermuatan teori dan praktik. Bahkan dalam masa training, mereka harus hidup survive di hutan, melewati medan yang terjal, mendaki gunung hingga ke puncak dengan membawa barang bawaannya yang berat.
“Benar-benar pengalaman yang tak terlupakan, An. Kami dilatih langsung oleh tim profesional dari Wanadri di mana salah satu anggotanya pernah menjejakkan kaki di Everest Mount. Kami harus survive di hutan selama beberapa hari, mendaki gunung sampai puncak. Ketahanan kami benar-benar diuji,” ungkap Rinay pada masa training di alam liar.

Jadi, sebelum saya masuk ke desa, Rinay menceritakan kondisi gambaran umum di sana. Saya sudah mempersiapkan mental, apapun kondisi di sana, saya mencoba memahami. Yaa. Saya akan menemui kehidupan yang kontras selama di desa. Saya akan menurunkan segala ekspetasi yang ada dalam pikiran. Perjalanan ini bukan dalam rangka berwisata. Perjalanan ini adalah bagaimana usaha kecil saya dalam meraih salah satu cita-cita: menjadi seorang guru. Meskipun dalam waktu yang singkat, saya terus memupuk harapan dan mengambil pelajaran saat berada di sana.

Kepayang, 15 - 18 April 2014
“Selamat pagi….”
Ucapan salam terus bersambut dari anak-anak yang berangkat sekolah. Mereka menyalami kami satu-per satu. Tak lupa, Rinay menyapa anak-anak dengan ramah. Hmm.. Dia begitu hafal memanggil nama mereka. Hampir setahun dia mengabdi di sini. Jadi, wajar saja nama anak-anak sudah hafal di luar kepala. Hehehe. Kesulitan saya pertama adalah memahami bahasa percakapan di antara mereka. Jika ada yang mengajak berkenalan, maka saya jawab dengan bahasa Indonesia.

Senyum anak-anak semakin merekah. Tak terasa kami sudah tiba di sekolah. Jarak antara rumah dan sekolah tidak begitu jauh. Kami hanya melewati jalanan lumpur bekas air hujan, tanpa menyebrangi sungai. Ada siswa sekolah yang rumahnya terletak di seberang sungai sehingga harus menaiki ‘keteg’ terlebih dahulu. Ada pula guru sekolah yang rumahnya jauh di hutan sawit (belakang desa) sehingga perlu sarana sepeda motor.
keteg sekolah
keteg sekolah
SDN Kepayang
SDN Kepayang
Perasaan saya berdebar cukup kencang. Ini adalah langkah pertama saya ke sekolah. Saya diajak Rinay memasuki kelas 4 SD. Rinay mengajar sebagai guru mapel campuran: MTK, Sains, Agama, dan Bahasa Inggris. Dia mengajar dari kelas 3 – 6. Kelas 4 SD tampak bersemangat mempelajari bilangan romawi. Hihi.. Mereka juga aktif menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan Rinay. Saya mendekat ke salah satu murid yang tampaknya ‘malas’ mencatat. Cara menulisnya-pun terbilang lucu. Dia menulis dengan memiringkan bukunya. Tampaknya dia masih belum fokus memahami pelajaran. Saya buatkan catatan khusus di buku agenda saya. Menuliskan namanya. Dia-pun tersenyum melihat tingkah saya. Anehnya, saat Rinay mengajukan soal, dia mampu menjawab soal dengan baik. Hehe. Dia memiliki cara belajar yang berbeda.

Selanjutnya, saya memasuki kelas V SD, sahabat pena saya. Ruang kelas mereka kosong karena wali kelas mereka pergi ke dusun seberang. Hal ini sangat disayangkan karena saya tidak bisa bertemu dengan Bu Kartina, wali kelas mereka. Minggu sebelum keberangkatan, saya mendapatkan surat balasan dari anak-anak, termasuk Bu Kartina. Beliau guru yang berdedikasi, seorang bidan yang ikut terjun dalam dunia pendidikan. Usianya sudah sepuh (63 tahun), memiliki seorang cucu di kelas V juga. Hmm. Insya Allah, di lain waktu, semoga Allah mempertemukan kita, ya, Bu.
balasan surat anak-anak Kepayang
balasan surat anak-anak Kepayang
kelas 5 SDN Kepayang
kelas 5 SDN Kepayang
Pada sesi pelajaran terakhir, saya diberi kesempatan Rinay untuk mengajar Bahasa Indonesia. Saya dan anak-anak belajar tentang penjedaan serta pelafalan puisi dan dialog. Ada salah satu murid yang maju membacakan puisi. Dia adalah Ario, murid berprestasi SDN Kepayang yang telah mengharumkan nama sekolah di ajang KPCI 2013. Anaknya super aktif, tampil percaya diri, ekspresif, serta sopan. Di balik kelebihannya sebagai anak berprestasi, teman-temannya kurang menyukainya karena Ario kurang memberikan kesempatan kepada teman-temannya untuk aktif di kelas. Segala pertanyaan yang dilontarkan oleh guru selalu diserbunya. Teman-teman yang lain pun terpancing aktif menjawab. Suasana belajar di kelas menjadi lebih hidup. Ditambah lagi, hiasan-hiasan di kelas yang menambah semangat belajar. Pemandangan seperti ini belum pernah saya temui selama masa SD saya. Mungkin itu dipengaruhi oleh kekreatifan gurunya, ya? Hehe. Anak-anak kelas V ini adalah asuhan PM sebelum Rinay. Semangat belajar mereka tampak lebih menonjol jika dibandingkan dengan kelas lain.

Di kelas  V ini saya menjumpai anak-anak yang bernamakan artis Ibukota. Sebut saja: Roy Martin, Peggy Melati Sukma, Nia Daniati. Hihi.. Senyum mereka lucu-lucu. Ada juga yang kembar di kelas ini. Seperti gurunya saja, ya? Rinay juga memiliki saudara kembar di Bekasi.
Di akhir pelajaran ada permainan bola, di mana sang guru melemparkan bola kertas kepada muridnya yang menjawab pertanyaan untuk pulang. Tujuannya sebagai evaluasi pemahaman pelajaran. Rinay cukup kreatif juga, yaa. Gaya pengajarannya ini diadopsi selama masa trainingnya dulu.

Belajar di Ruang Kelas 5
Belajar Bersama di Ruang Kelas 5
Hari selanjutnya semakin menyenangkan saja. Saya membawakan permainan “Waktu Indonesia” dengan membagikan sebungkus coklat yang bertempelkan nama Provinsi ke masing-masing anak-anak. Semula, anak-anak dikumpulkan dalam satu pulau. Kemudian masing-masing anak menyebutkan ibukotanya satu-persatu. Hal ini bertujuan agar wawasan anak terhadap 34 Provinsi di Indonesia semakin terasah. Saya ada yang keliru. Ada anak yang mendapatkan nama provinsi yang sama. Hehehe. Selanjutnya mereka saya ajak berkelompok sesuai dengan Waktu Indonesia. Ada kelompok WIB, WITA, dan WIT. Akhir pelajaran, kami bernyanyi bersama tentang lagu Waktu Indonesia. Lagu ini saya buat dadakan. Tiba-tiba terpikirkan saja di benak saya untuk meniru nada “di sini senang di sana senang.”
Di sini WIB. Di sana WITA. Di ujung sana ada WIT.
Di sini WIB. Di sana WITA. Di ujung sana ada WIT.
Lalalalalalalalala.....
Belajar di Ruang Kelas 6
Belajar Bersama di Ruang Kelas 6
Cukup sederhana, bukan? Hehe. Anak-anak ternyata punya lagu lain dengan judul berbeda “Indonesia” dengan memakai nada yang sama. Saya juga diperkenalkan lagu-lagu lucu mereka seperti “Teko Kecil”, “Ikan Kembung”, dan lagu dengan bahasa aneh yang saya kurang tahu judulnya. Yap! Saya tak lupa mengabadikan keceriaan mereka lewat sebuah video. Anak-anak memang paling riang jika diberi permainan yang menyenangkan. Apalagi bernyanyi dahulu sebelum dan sesudah memulai pelajaran.
“Seribu Buku untuk Kepayang”
'Jendela Dunia' SDN Kepayang
'Jendela Dunia' SDN Kepayang
Pada bulan Januari 2014, saya diberikan informasi dari sahabat di Jakarta tentang program donasi buku (http://1000seribubuku.blogspot.com/2014/04/2-sdn-kepayan-musi-banyuasin-palembang.html). Hal pertama kali yang terlintas di kepala saya adalah SDN Kepayang, tempat mengajar Rinay. Kemudian saya menghubungi Rinay dan dia bersedia untuk menerima program donasi buku ini. Perpustakaan SDN Kepayang baru dirintis sejak kedatangan PM tahun pertama. Ruang perpustakaan yang digunakan adalah bekas ruang gudang yang sempit.

Koleksi buku di perpustakaan ini masih tergolong sedikit. Padahal, anak-anak SDN Kepayang sangat menyukai membaca. Pada masa Rinay, terdapat kenaikan jumlah koleksi buku dari berbagai donatur. Selain program ‘Seribu Buku’, terdapat donatur dari Wakil Gubernur, perusahaan PGN, dan Indonesia Penyala. Saya lihat koleksi buku yang ada sudah dikelompokkan dengan baik berdasarkan kategori. Ada jadwal piket perpustakaan dan masing-masing koordinator tiap kelas. Biasanya anak-anak membaca saat istirahat sekolah dengan membaca di tempat atau membawa satu buku untuk dibaca di rumah. Batas pengembalian buku adalah satu hari.

“Piket ala SDN Kepayang”
Tak seperti sekolah kota-kota besar yang memiliki petugas kebersihan. Di SDN Kepayang ini, setiap anak bertugas untuk jadwal piket setiap hari. Mereka bertugas menyapu, mengepel, membersihkan jendela, mengatur posisi meja baik di ruang kelas maupun ruang guru. Petugas piket masuk pagi-pagi sebelum pelajaran dimulai. Kegiatan sekolah diawali pukul 08.00 (mengingat ada siswa yang rumahnya di seberang sungai) dan diakhiri pukul 12.30.

Satu hal yang saya kagumi dari mereka adalah mereka sangat terampil membuat rak sepatu dan memperbaiki meja yang rusak layaknya seorang tukang kayu. Selain itu, mereka juga rajin menyirami tanaman dan membuat pagar tanaman agar tidak dimakan binatang yang lewat. Kereen banget, deh..
Piket Sekolah
Piket Sekolah
Kondisi SDN Kepayang semakin lebih baik setelah adanya renovasi pada Februari 2014. Dulu, belum ada keramik di masing-masing ruangan. Lantai sekolah masih beralas tanah. Anak-anak mengungkapkan lebih nyaman belajar dengan kondisi ruang kelas sekarang.
Ruang Kelas 5 SDN Kepayang (sebelum renovasi)
Doc. Rinay: Ruang Kelas 5 SDN Kepayang (sebelum renovasi)
Renovasi Kelas 5 SDN Kepayang
Renovasi Kelas 5 SDN Kepayang
“Belajar Malam Hari”
Kegiatan belajar mengajar tidak berhenti sampai pagi hari saja. Sehabis pulang sekolah, anak-anak masih ada yang berminat belajar tambahan, sore hari hari masih mengaji, sedangkan waktu malam masih ada anak-anak yang mau belajar. Apalagi jika ada agenda lomba OSK, atau lomba senam, mereka tambah semangat belajar.
Semangat anak-anak yang belajar lomba OSK: Ario, Anggraini (tengah), dan Sri
Semangat anak-anak yang belajar lomba OSK: Ario, Anggraini (tengah), dan Sri
IM juga bisa berarti Indonesia Mengaji. Hihi :)
IM juga bisa berarti Indonesia Mengaji. Hihi :)
Listrik di Desa Kepayang mulai dihidupkan dengan mesin genset mulai pukul 18.00 WIB – 06.00 WIB tiap harinya. Kegiatan belajar malam hari dilakukan di homestay Rinay. Anak-anak yang ikut biasanya rumahnya berdekatan dengan homestay Rinay. Anak-anak yang rumahnya di seberang sungai biasanya belajar tambahan saat siang hari.

Pada malam (16/04), genset desa tidak berkerja. Alhasil, belajar malam ditunda esok harinya. Meski demikian, masih ada anak-anak yang stand by di homestay Rinay. Saya ajak salah satu anak untuk memandang lukisan langit malam hari. Banyak bintang yang bertaburan sehingga tidak menyebabkan malam terlihat sangat pekat. Bulan purnama masih muncul benderang menemani kami. Masya Allah, indahnya…
Purnama 2014 di Kepayang (Rinay bersama adik angkatnya :)
Purnama 2014 di Kepayang (Rinay bersama adik angkatnya :)
“Serunya Bakar Ubi”
Hari terakhir saya bersama anak-anak diisi dengan agenda bakar ubi. Sebutan ubi dari mereka itu maksudnya ketela pohon. Anak-anak sangat antusias mengikutinya. Dari ajakan beberapa kelas, anak-anak yang melihat rombongan kami ke hutan sawit semakin bertambah. Saya benar-benar merasakan sebagai anak ‘bolang’ yang sedang merasakan asyik bermain di hutan. Hutan di Kepayang kebanyakan adalah hutan sawit karena sebagian besar mata pencaharian penduduk di sini berkerja di perkebunan kelapa sawit.
bakar ubi
Di dalam membakar ubi, ternyata ada aturan mainnya. Anak-anak diminta tolong untuk mengumpulkan ranting kering, memotong ubi menjadi beberapa bagian, kemudian dibagi ke masing-masing anak. Daerah pembakaran harus jauh dari area pepohonan dan rerumputan supaya tidak terjadi kebakaran. Anak-anak begitu lihai menyalakan api dan memanggang ubi sampai gosong #eh matang. Setelah membakar ubi, ranting-ranting bekas pembakaran disiram air sungai agar tidak merambat ke daerah hutan.

Palembang – Semarang, 19 April 2014
Rute pulang dari Kepayang, Rinay mengusulkan untuk mengambil jalur yang berbeda. Menempuh perjalanan ke Kecamatan dahulu sebelum ke Kota. Menaiki speedboat ke Kecamatan menempuh waktu 3,5 jam. Kemudian dilanjutkan dengan mobil travel dari Kecamatan Bayung Lencir menuju ke Kota Palembang menempuh waktu 4,5 jam. Super sekali, kan, perjalanannya? Semua jenis angkutan (udara, air, dan darat) sudah ditempuh untuk mencapai desa ini.
Pemandangan senja di ujung dermaga. Di bantaran sungai ini mereka melakukan aktivitas MCK atau sekedar mencari mencari sinyal seperti saya :)
Pemandangan senja di ujung dermaga. Di bantaran sungai ini mereka melakukan aktivitas MCK atau sekedar mencari sinyal seperti saya :)
Sungguh, pengalaman lima hari bersama anak-anak cukup menguras air mata. Melihat semangat belajar mereka yang tinggi, di balik keterbatasan yang mereka miliki. Saya memahami, kondisi di lingkungan sosial mereka masih jauuh dari norma. Permainan orang dewasa tak seharusnya dilihat oleh anak-anak kecil seusia mereka. Mereka berhak untuk mengejar mimpi, membutuhkan peranan orang tua dan guru-guru yang patut dijadikan teladan. Sungguh mulia, bagi setiap guru yang mau membimbing mereka dengan niat tulus di daerah terpencil ini.

Inilah sedikit potret pendidikan yang saya abadikan selama berada di sana. Pengalaman bersama mereka menjadi perjalanan hidup yang tak akan pernah saya lupakan. Biarkan catatan di blog ini menjadi pengingat pertemuan saya dan mereka. Saya masih ingat kata-kata bertenaga yang tertempel di dinding kelas mereka:
"Pengalaman adalah guru yang paling baik."
"Menulis adalah bekerja untuk keabadian."
Laskar Sriwijaya bersama Rinay
Laskar Sriwijaya bersama Rinay
After Allah... Special thank's to:
Rinay Tyta Febriana, Pengajar Muda Angkatan VI.
Perangkat Sekolah Dasar Negeri Kepayang, Kec. Bayung Lencir, Kab. Musi Banyuasin.
Homestay Rinay: Bu Lehan dan Keluarga yang telah memberikan tempat singgah dan hidangan makanan yang luar biasa lezatnya.
Teman-teman PM Rinay, khususnya Kabupaten Musi Banyuasin.
& lovely...
Adik-adikku tercinta, senyum kalian akan selalu dikenang :)

An Maharani Bluepen
(ditulis 23 April 2014)
Jembatan Ampera, Sumatera Selatan
Ya Rabbi.. Jembatanilah mimpi-mimpi kami dengan kebaikan dan ketaatan kepada-Mu..


Read Users' Comments (2)

2 Response to "Road to Kepayang : “Together Pursuit The Happiness”"

  1. Ayu, on 24 April 2014 pukul 10.55 said:

    Entah mengapa aku masih belum berani ikutan pengajar muda macam kelas inspirasi padahal udah dibujuk sama temen2ku. Aku ngrasanya sih ngajar anak kecil lebih susah daripada ngajar orang dewasa. Di kampus dulu aku sempat jadi pemandu lkmm selama 2 taun tapi kayaknya beda sam angadepi anak kecil :p

    Hi, An. How are you doing?

  2. An, on 24 April 2014 pukul 12.35 said:

    Hihi.. minat orang beda-beda, ya, Mbak Citra? Kalau saya lebih suka mengajar anak kecil daripada orang dewasa. Jika dipilih antara dosen dan guru, saya jawab Guru :)

    Halo, Mbak Cit. Aku baik-baik saja. Semoga dirimu juga, yaa?
    Terima kasih sudah mampir membaca ceritaku.

Posting Komentar

Thanks for reading
^________^

 
Free Website templateswww.seodesign.usFree Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Wordpress Themeswww.freethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree CSS Templates Dreamweaver