Kebahagiaan yang Sederhana
Seperti kuda yang berlari kencang, Blue melaju cepat saat melewati
jalan datar. Kemudian kecepatan berkurang saat melawan arus gravitasi di
pegunungan Ungaran. Cuaca pagi tampak cerah, menambah sumringah bagi
Blue dan sang nona, pengendara setianya. Sudah lama Blue tak bersua ke
luar kota. Tampaknya sang nona tak sabar untuk menyelami lautan buku di
seberang kota. Sebuah kebahagiaan yang sederhana. Blue dan sang nona
sangat menikmati suasana perjalanan. Kadang melewati permadani hijau
perkebunan, pematang sawah, keramaian pasar, gedung-gedung pencakar
langit, pabrik-pabrik penghasil asap, serta deretan warung makan.
Angin
semilir bercampur asap kendaraan tak menghalang Blue untuk bergerak
maju. Kadang melewati jalan terjal, jalan licin akibat kubangan air
hujan, atau jalan datar dengan lalu lintas yang padat. Blue-pun tampak
riang ketika sang nona mengistirahatkannya di Masjid Bani Adam, daerah
perbatasan Boyolali. Di sekitar halaman masjid, tampak ada anak kecil
yang berlarian riang, mendekati Blue dan sang nona. Tersenyum lepas
menjabat tangan sang nona dan berfoto riang bersamanya.
Hyumm..Kebahagiaan yang sederhana bagi mereka. Mengenal keluguan anak
kecil, melepaskan ekspresi canda dengan bocah kecil yang tak dikenal.
Rehat di Kota Sapi berakhir saat jarum pendek menunjukkan angka setengah
satu. Satu per satu kenangan perjalanan dengan Blue terlintas di
pikiran sang nona. Yaa.. Sekitar satu tahun silam, saat nona menghadiri
acara walimah adik sahabatnya di Surakarta. Pengalaman menarik yang tak
terlupakan dan terulang kembali di awal tahun kabisat ini.
Ada
yang berbeda saat melewati jalanan raya Boyolali-Surakarta. Jalanan
tampak lebar dan bau aspal masih menyengat. Rupanya jalan raya usai
direnovasi dan Blue sangat menikmati suasana ini. Beberapa truck
gandeng dan motor-motor kecil menyapa Blue, memperlihatkan plat nomor
yang berbeda dengannya. Alhamdulillah, mereka sudah tiba di Surakarta.
Sang nona memusatkan tujuan ke Goro As Salam. Keletihan dan kepenatan
mulai luntur saat roda-roda Blue terhempas di pusat pameran buku
tersebut. Blue merehatkan diri di seberang parkiran utara, sedangkan
sang nona memperhatikan kondisi Goro As Salam dari arah samping. Tampak
kubah hijau ornamen cantik menghiasi masjid baru Goro As Salam,
Hypermarket muslim terbesar di Kota Surakarta.
Agenda pameran buku memang sudah menjadi kebiasaan bagi Hypermarket Goro. Mereka mengadakannya tiap triwulan sekali untuk me-refresh-kan
pikiran pembaca yang rindu akan lautan buku. Ciri khas yang melekat
pada book fair Goro adalah nuansa islaminya. Tak hanya pameran buku,
melainkan pernak-pernik busana muslim, aneka produk kesehatan herbal,
logistik permainan kreatif, dsb. Agar tambah menarik, acara book fair (27 Januari-5 Februari) dilengkapi dengan talk show, fashion show (busana anak), lomba membaca puisi dan hiburan nasyid. Sang nona-pun mengikuti acara talk show
dengan wacana “Dinar pada Era Global”. Hyum, sebuah ilmu baru tentang
pemanfaatan dinar sebagai investasi jangka panjang bagi seorang muslim.
Suasana
tambah romantis saat rintik-rintik hujan membasahi bumi. Sang nona
menghitung-hitung beberapa buku yang dibelinya. Ada yang bermuatan
motivasi dan penyejuk kalbu. Salah satu yang membuatnya lega adalah
keinginan untuk membeli Al Hidayah terpenuhi. Warna merah bata menghiasi
sampul depan Al Qur’an terjemahan per kata tersebut. Di dalamnya
terdapat kode tajwid, indeks tematik, Quran Message Service, serta
panduan menghafal Al Qur’an untuk orang awam. Alhamdulillah, sang nona
tampak bahagia. Sambil menyelam, dua tiga pulau berhasil terlampaui.
Bingkisan buku untuk kenang-kenangan dosen juga sudah terbeli.
Seusai kunjungan book fair
hari pertama, sang nona beranjak menemui sahabatnya di Laweyan. Yap.
Tak terasa sudah empat bulan tak bertemu, saat ini kandungan sahabatnya
itu mendekati usia ketujuh bulan. Raut wajahnya menambah motivasi sang
nona untuk menghafalkan Al Qur’an. Semangat hidupnya-pun sangat
mempesona. Dia memberikan makna kebahagiaan tersendiri. Baginya, “Jika
ingin menambah rasa syukur, maka tak perlu susah payah untuk
menambahnya. Jalan-jalan saja ke Rumah Sakit untuk melihat orang sakit
dan mengukur berapa banyak nikmat sehat yang kita peroleh namun sering
kita ingkari.” Di dalam hidupnya yang sederhana, banyak ekspresi
kebahagiaan yang tercurahkan. Sang nona-pun ikut merasakan kesejukan
bersama sahabat yang baru dikenalnya tersebut.
Perjalanan
tak berakhir di situ saja. Banyak pengalaman unik dan menarik yang
dialami oleh sang nona. Pada saat hari kedua, sang nona bersama
sahabatnya di Sukoharjo menikmati CFD di area jalan Juanda. Kali ini
mereka ditemani oleh nona kecil Adzkiya yang berusia tiga bulan beserta
bundanya. Berbeda dengan CFD di Simpang Lima Semarang, CFD di Juanda
tampak kurang terorganisir. Penjual kaki lima yang tersebar di ruas
jalan masih sedikit dan kurang tertata. Ruas jalan sepeda dan jalan kaki
belum teratur juga. Sempat sang nona berpikir untuk menyediakan lahan
penyewaan sepeda di ruas jalan. Hehehe... Maklum, rasa keinginan untuk
memiliki sepeda belum terpenuhi. Meski demikian, sang nona mensyukuri
apa-apa yang dialami saat ini. Merasakan makna kebahagiaan bersama
orang-orang dicintainya; orang tua, saudara, sahabat yang saling
mendoakan.
Usai
jalan sehat CFD, sang nona diajak oleh sahabatnya mengelilingi kampus
UNS, kampus hijau yang berseri. Jika dibandingkan dengan Undip, maka
umur pohon-pohon yang tertanam di sekitar kampus UNS tampak lebih tua.
Daun-daun hijau lebat menjadi sentral fotosintesis yang sempurna bagi
ekosistem kampus. Hampir di setiap sudut Fakultas terdapat pohon-pohon
besar guna mereduksi polusi kota. Seperti berjalan di kawasan hutan,
kampus UNS menawarkan kesejukan mata, hati, dan pikiran bagi pengunjung,
termasuk sang nona. Selain itu, ciri khas yang membedakan kampus UNS
dan Undip adalah jenis tempat peribadahannya. Di UNS terdapat segala
jenis tempat peribadahan mulai dari mesjid, gereja, pura, dan vihara.
Hyum, suasana toleransi antar umat beragama terasa kental di dalamnya.
Dilihat
dari segi geografis, kampus UNS terletak di tepi perbatasan kota
Surakarta. Di sampingnya terdapat kebun binatang Jurug yang sepi
pengunjung. Konon, kebun binatang tersebut pernah kebanjiran hingga ada
sekawanan hewan yang hilang. Di pangkal kebun binatang terdapat jembatan
tua perbatasan antara kota Surakarta dan Karanganyar. Arus deras sungai
Bengawan Solo menjadi pemandangan yang menarik bagi Blue dan sang nona.
Sinar matahari pagi menjadi penghangat bagi hati yang beku, menambah
rasa kesyukuran.
Di dalam pertemuan itu, sang nona menanyakan makna kebahagiaan kepada masing-masing sahabatnya.
Sahabat
X : “Menurutku, bahagia yang sederhana adalah ketika bisa tidur
pulas tanpa beban pikiran apapun. Barometer kebahagiaan seseorang itu
relatif sesuai subjektivitasnya. Hal yang harus disadari bahwa lawan
dari kebahagiaan a/ kesedihan dan hakikat dari kesedihan a/ milik orang2
yang tidak bersyukur. So, apapun yg qt dapatkan syukurilah,cerminkan
diri kita dgn orang yg tdk mendapatkan seperti ap yang kita dapatkan.”
Sahabat
Y : “ Bahagia ketika memberikan manfaat dan kebahagiaan kepada
orang lain. Dan sedih ketika melihat orang lain merana dan tidak bahagia
karena diri sendiri.”
Setiap orang memang memiliki
persepsi tentang makna kebahagiaan tersendiri. Ketika bisa melihat,
mendengar, meraba, membau, mengecap adalah kebahagiaan sederhana bagi
setiap orang normal, namun dianggap kebahagiaan sempurna bagi orang yang
cacat fisik/ mental.
Makna kebahagiaan bersifat
relatif. Hal ini menjadi perbedaan kadar kebahagiaan setiap orang. Ada
yang merasa kurang bahagia meski memiliki limpahan harta, materi, tahta,
dan wanita. Psikologis orang tersebut selalu saja merasa kering karena
belum puas terhadap apa-apa yang dimiliki. Ada pula yang menganggap
bahwa kebahagiaan itu bisa dirasakan tatkala bersama dengan orang-orang
yang dicintai. Kebahagiaan bersama suami-isteri, orang tua-anak, kerabat
dan sahabat dekat. Ada pula yang menganggap bahagia jika melihat
seseorang bahagia, tak perlu memandang apakah dirinya bahagia dengan
mengutamakan kebahagiaan orang lain di atas dirinya. Selain itu, ada
pula yang menganggap bahagia itu sederhana. Tak perlu susah payah
mendefinisikannya. Cukup lemparkan senyum dalam setiap kondisi.
Menciptakan kebahagiaan dalam kesulitan, meraihnya tanpa ragu dan berani
mengambil segala konsekuensi.
Perjalanan ke Surakarta
menimbulkan kebahagiaan tersendiri bagi sang nona. Rangkaian
kebahagiaannya tak terputus saat ia menginjakkan kaki di B2V2RP
Salatiga, menemui mantan pembimbing skripsinya dengan penuh kehangatan.
Dalam kerendahan dan kedalaman jiwa,
Sungguh,
Aku tak ingin mencintai-Mu secara sederhana
yang sekedar alfa atau ingat sementara
Aku ingin memasuki ayat-ayat cinta-Mu dalam hatiku
Mengubah pikiran dan nurani,
hingga menemukan kebahagiaan sejati
:”)
Kota Lunpia, 3 Februari 2012
Kebahagiaan yang Sederhana [Part 1-end]
An Maharani Bluepen
0 Response to "Kebahagiaan yang Sederhana"
Posting Komentar
Thanks for reading
^________^