Cerpen # Goresan Hati Yim
Goresan Hati Yim
Yim
duduk gelisah di depan laptop kesayangannya. Berulang kali menulis kata yang
pas untuk mengungkapkan perasaan di buku hariannya. Pikiran Yim terasa sempit,
tak bisa berpikir jernih untuk menemukan bentuk ikhtiar yang tepat. Lewat
perantara Kirana, Yim ingin mengetahui perasaan Alan, orang yang menjadi
penantian Yim selama ini. Yim merasa kikuk, apakah bentuk perasaannya selama
ini bisa bersambut. Kirana berpesan kepada Yim, bahwa ia tak perlu khawatir.
Kirana akan merahasiakan identitas Yim sebenarnya.
Yim mengenal Alan sangat baik. Mereka sering berinteraksi dan berkomunikasi layaknya sepasang sahabat. Tapi Yim tahu, kedekatannya dengan Alan menjadi senjata makan tuan. Lambat laun, Yim menaruh hati kepada Alan. Yim-pun tak mengetahui perasaan Alan sebenarnya. Hingga pada akhir kelulusan, Yim mendapatkan proposal biodata dari pemuda yang tak dikenalnya. Kakak Yim sebagai perantara pemuda tersebut. Tapi nuansa hati Yim semakin bimbang. Perasaan Yim semakin tak netral ketika mengetahui ada kesempatan untuk mengetahui kesiapan Alan. Apakah Alan sudah siap untuk menuju surga bahtera?
Malam
semakin pekat, jarum jam panjang terus berdetak mengusik kebimbangan Yim.
Kelopak mata Yim tak bisa diajak berkompromi untuk istirahat. Yim membaca biodata
pemuda itu lekat-lekat. Masih ada sepercik keraguan untuk mengenal pemuda itu
lebih dekat. Yim memang tak bisa membohongi perasaan. Ia masih mencintai Alan.
**
Pada
malam yang bersamaan, rinai hujan turun dengan damainya. Berbeda dengan kondisi
perasaan Alan. Ia kembali terusik atas pertanyaan adik sepupunya,
Kirana.
“Kapan
kakak siap untuk menikah?”tanya Kirana dengan lembut.
“Koq
tiba-tiba menanyakan itu, Ran? Ada apa?” tanya Alan penasaran.
“Setiap
orang kan punya kesiapan menikah masing-masing, kak. Aku pengin tahu aja
kesiapan kak Alan menikah. Bulan lalu kakak diwisuda, setelah itu dapat
mendapatkan pekerjaan yang layak. Jadi, rencana menikah pasti terpikirkan,
kan?”
“Mungkin
masih lama, dek. Perlu waktu untuk mematangkan. Hehe..” jawab Alan tak yakin.
“Ihiir..Kak
Alan udah punya calon? Ran kenal, ga?” tanya Ran lagi. Kali ini Kirana harus
bisa memastikan orang yang bersemayam di hati kakaknya.
“Ehm,
sepertinya belum. Tapi yang jelas untuk saat ini, aku belum bisa memutuskan
untuk segera menikah, dek,” urai Alan yang membuat sedikit kecewa bagi Kirana.
“Yee..Jadi
kapan, dunk, Kak? Atau kakak sekarang sudah memiliki tambatan hati? Sepengetahuanku
selama ini kakak ga pernah pacaran. Waktu mudanya habis untuk ngurus organisasi kampus, atau jadi tentor di
bimbel,” kata Kirana.
“Biarkan
waktu yang menjawabnya. Doakan aja biar ku bisa segera siap untuk menikah, ya,
dek,” sahut Alan.
“Ayolah,
Kak, jawablah. Kak Alan udah punya tambatan hati?” tanya Kirana lagi. Kali ini
dengan nada mendesak.
“Kalo
tambatan hati, sih, sudah. Eits, jangan bilang ke ibu, ya,” jawab Alan tanpa
menjelaskan lebih rinci.
“Iya,
Kak..Pasti ku rahasiakan. Siapa, Kak? Mungkin aku bisa bantu dalam
menghubungkan?” ungkap Kirana girang.
“Kamu
ga kenal, dek. Sekarang dia masih menempuh studi di Jepang,” jelas Alan. Kirana
tak berani melanjutkan pembicaraan. Ia tak bisa menyampaikan bahwa ada
seseorang yang sudah siap menunggu Alan.
**
“Yim, pemuda itu Kakak kenal sangat baik.
Jangan khawatir, kriteria kesholehan terpancar dari wajahnya. Keaktifannya
sebagai trainer juga mengesankan, loh. Setiap Kamis, dia selalu mengisi acara
motivasi di radio Nurani. Untuk waktu dekat ini dia ingin menikah dengan akhwat
pilihan. Gimana, ingin melanjutkan lebih kenal dengan pemuda itu?” tanya
Tasaro, kakak pertama Yim.
“Kak,
Yim baru saja lulus kuliah. Masa’ mau langsung nikah? Yim butuh persiapan
panjang dalam menghadapinya. Yim ingin berkarir dulu, Kak,” ungkap Yim sambil
memandang ruang tamu yang begitu sesak saat ini. Sebetulnya bukan itu alasan
Yim. Namun Yim berusaha untuk menahannya. Yim tak ingin menjelaskan perasaannya
lebih jauh.
“Baiklah.
Jika hal itu menjadi keputusanmu maka akan ku sampaikan ke yang bersangkutan.
Berkarir atau melanjutkan studi S-2 juga lebih baik, Yim. Tapi kakak sarankan,
jangan sampai telat menikah, ya,” pesan Tasaro sambil membelai rambut adik
semata wayangnya itu.
“Siip,
Kak. Selain ingin jadi penulis lepas, Yim ingin mendapatkan beasiswa kuliah S2
di UI. Insya Alloh, keinginan itu akan terpenuhi jika jadwal kuliah S2 nanti
tak terlalu padat. Doakan, ya, Kak, semoga Yim bisa istiqomah dalam menggapai
cita-cita.”
“Iya,
pasti. Tenang saja, adikku sayang..,” kecup Tasaro di kening Yim. Ia tak lagi
mendesak adiknya untuk menikah. Karena ia tahu, bahwa setiap orang memiliki
waktu dan kesempatan yang berbeda dalam menggapai ridho-Nya.
Hati
Yim semakin bergetar. Ia tak mampu melukiskan apa yang tersembunyi dalam
hatinya. Apakah ia pantas untuk mendapatkan pendamping hidup yang baik di balik
sikapnya yang acuh menanggapi sebuah lamaran? Di sisi lain, Yim berhak untuk mencintai
dan memilih seseorang yang menjadi pendamping hidupnya kelak. Segala bentuk
ikhtiar dan istikharah sudah dipersiapkan dengan baik. Yim ingin mengetahui
lebih jelas jawaban dari Kirana.
**
**
Seusai
mendapatkan jawaban dari Alan, Kirana memikirkan cara yang tepat untuk
menyampaikan pernyataan kakaknya. Ia takut jika Yim terluka dan kecewa berat
menghadapi kenyataan. Namun, mau tidak mau ia harus menyampaikannya meskipun
sangat pahit bagi Yim. Akhirnya Kirana menghubungi Yim lewat telepon. Senja
dengan lukisan langit sendu menjadi saksi perbincangan mereka.
“Assalaamu’alaykum..Gimana
kondisi hati Kak Yim?” sapa hangat Kirana.
“Wa’alaykumsalam
warahmatullah wabarakatuh..Alhamdulillah, sedikit lega, dek. Tadi siang mbak
udah bilang ke Kak Tasaro, kalo mbak ga bisa melanjutkan hubungan dengan pemuda
itu,” sahut Yim.
“Seyakin
itu, Kak? Mengapa?” tanya Kirana.
“Perasaan
mbak tak siap untuk menerimanya, dek,” jawab Yim datar.
“Hmm..Kak
Yim pasti berat memutuskan, ya. Ok, siap mendengar pernyataan dari Kak Alan?”
“Insya
Alloh. Apapun pernyataannya, ku siap mendengarkan,” ungkap Yim. Hatinya kembali
bergemuruh.
“Sepertinya
Kak Yim perlu benteng yang cukup kuat untuk mendengar pernyataan dari Mas Alan.
Ehm, saat ini beliau belum siap untuk menuju bahtera, Kak. Mengenai
perasaannya, hanya Alloh Yang Maha Mengetahui. Dari hasil investigasi kemarin,
ku harap Kak Yim bisa bersabar karena Kak Alan memiliki tambatan hati yang lain,”
urai Kirana sehalus mungkin.
“Ya,
dek. Aku akan berusaha kuat untuk istiqomah,” ungkap Yim.
“Bagus,
Kak. Saranku jangan terlalu berharap dengan Kak Alan. Takutnya jika nanti
berujung pada kekecewaan,” saran Kirana.
“Iya,
Dek. Terima kasih sarannya. Doakan, ya, semoga mendapatkan yang terbaik,” harap
Yim.
“Aamiin..
Tetap semangat, ya, Kak. Alloh pasti mempersiapkan pendamping hidup yang
terbaik bagi hamba-Nya yang senantiasa istiqomah,” kata Kirana menyejukkan hati
Yim.
“Pasti..Insya
Alloh,” jawab Yim yakin.
**
Semuanya
menjadi jelas bagi Yim. Pandangan yang membuat pikirannya berganti haluan usai
mendengarkan penjelasan Kirana. Yim kembali sadar bahwa segala perhatian yang
diberikan Alan bukanlah sebagai gejala cinta darinya. Yim mengakui segala
kesalahpahaman selama ini. Hatinya sudah terlanjur mencintai namun pada akhirnya
tak bisa memiliki apa yang dicintai.
Mutasi
hati memang pilihan yang tak mudah bagi Yim. Hati Yim tiba-tiba gerimis. Rasa
penyesalan dan penantian yang membuihkan dosa-dosa kecil bertambah besar detik
demi detik. Di balik kerapuhannya itu, Yim berusaha untuk membalut luka hatinya
dengan siraman doa dan harapan di sepertiga malam. Yim tahu, Alloh Maha
Penyayang tak akan membiarkan hatinya terluka dan terjebak lagi dalam kubangan
dosa. Alloh masih memberikan kesempatan pada Yim untuk kembali memperbaiki diri
dan menata hati. Yim sangat memahami kondisi imannya kini, bahwa segala harapan
yang tertumpu pada manusia akan menimbulkan kekecewaan di kemudian hari. Berbeda
dengan segala harapan atau cinta yang mengakar kuat karena bertumpu pada Sang
Pencipta. Kemudian ia berjanji tak akan mudah rapuh untuk cinta semu yang akan mudah
berlalu tanpa ikatan suci. Kali ini, Yim bertekad untuk membuka lembaran hidup
yang baru, dan bersedia untuk membangun cinta yang bermuara ke keridhoan-Nya.
An
Maharani Bluepen
100412
"...Boleh jadi kamu membenci
sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai
sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah Maha Mengetahui, sedangkan kamu
tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah [2] : 216)
0 Response to "Cerpen # Goresan Hati Yim"
Posting Komentar
Thanks for reading
^________^