Cerpen # Penyesalan Tak Berujung
Penyesalan
Tak Berujung
Oleh:
An Maharani Bluepen
Getir. Sesak. Panas. Semua
rasa tak enak memenuhi rongga hatiku. Ada apa dengan hari ini? Kenapa
semangatku luntur karena tak bisa meraih ridho-Nya dengan orang yang aku
cintai? Aku berusaha ikhlas, menata kembali hatiku yang berserakan. Akhirnya
Ibu membuka jendela hatiku untuk mengakui segalanya. Bahwa seorang wanita
memang berhak untuk dicintai, bukan akhirnya terluka karena mencintai orang
yang tak tepat. Yakinlah, pasti ada pengganti yang lebih baik dan sholeh. Yap.
Embun semangat Ibu mulai menyejukkan hatiku yang beku.
Today
( 10.00 AM)
Aku yakin dengan rasa
semangat dan cinta dari Alloh, apapun sumber cintanya dari Sang Maha Cinta akan
berakhir dengan kebahagiaan, bukan penyesalan. Oleh karena itu, tak ada kamus
pantang menyerah dalam hidup ini. Alloh SWT masih menyayangi hamba-Nya yang
senantiasa istiqomah di jalan-Nya. Berhubung dari kemarin hatiku masih
terkotori, maka dengan jalan inilah Alloh SWT membersihkan hatiku perlahan,
membuka cakrawalaku untuk mencintai-Nya lebih dekat. Aku semakin percaya dengan
ketetapan dari-Nya. Bahwa semua hal yang aku cintai belum tentu terbaik
untukku. Begitu pula sebaliknya, semua hal yang aku benci mungkin menjadi hal
positif buatku. Aku tak boleh meratapi nasib dengan penyesalan tak berujung.
Semua ini menjadi pelajaran berharga yang bisa diambil hikmahnya.
Alhamdulillah, aku kembali bersemangatt...
Today
( 11.00 AM)
Rimbun pohon mahoni dan
kresen kembali meneduhkan pikiranku. Seperti biasa, aku membantu Ibu
membereskan piring-piring yang kotor dan menata kembali bangku-bangku ke
tempatnya. Barusan banyak pembeli yang berdatangan memenuhi warung tenda Ibu. Tak
terasa, sudah hampir dua belas tahun lamanya, beliau mengadu nasib di sini.
Mencari pundi-pundi rupiah untuk mencukupi kebutuhan kami sehari-hari.
Sebisanya, Ibu membantu ayah dengan keringatnya. Ibu menyadari, pendapatan Ayah
yang minim tak mampu mencukupi semua kebutuhan keluarga. Jadi, ibu memilih
berkerja sebagai penjual warung makan di tepi jalan perumahanku.
Tiba-tiba Pakdhe dan Mbak
Sepupuku datang menghampiri. Hari ini adalah hari terakhir beliau di Lembang
sebelum kembali berlayar ke ujung benua. Sungguh miris melihat kehidupan beliau
yang serba susah dan malang. Beliau melanjutkan hidup tanpa semangat yang
melekat. Sisi ruhiyahnya luntur, tapi fisiknya tak didera rasa sakit. Butuh
waktu lama untuk menyembuhkan luka yang berada di hatinya.
Saat ini beliau masih memiliki dua putri
kesayangan yang mungkin tidak bisa dibanggakan lagi. Peristiwa tragis berawal
tatkala putra bungsunya meninggal karena kecelakaan. Sejak itu, keadaan
keluarga menjadi lebih tergoncang. Seusai putri pertamanya menikah, putri kedua
beliau ternyata berkenan untuk dimadu oleh seorang laki-laki beristri. Aku tak
bisa membayangkan perasaan Pakdhe saat itu. Hal yang memperparah lainnya adalah
peristiwa gulung tikar akibat ulah isteri beliau. Kerugian beranak pinak, bunga
pinjaman meludeskan harta yang dimiliki Pakdhe. Kemudian, isteri beliau kabur
dari rumah dan meninggalkan memori suram bagi kami. Di akhir usia senja, beliau
masih memeras keringat untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Ya Rabbi, kuatkanlah
keluarga pakdhe dalam menghadapi ujian dari-Mu..
Today
(03.00 PM)
Seusai dibalut bunga tidur,
aku terhenyak oleh bunyi ponsel yang berdering. Nada “I Believe” Maher Zain dan
Irfan Makki menginsyaratkan ada SMS yang masuk. Aku bergegas membaca SMS
tersebut, sebelum mengambil air wudhu dan mandi. Aku terhenyak atas tulisan
yang tertera di dalamnya. Aku tak percaya, memastikan kembali apakah aku masih
bermimpi.
Aku
telah mengkhianati suamiku. Aku berselingkuh. Aku hina. Aku bukan orang baik.
Coretan dari Mbak Sepupuku
terasa menampar kesadaranku. Apakah beliau saat ini sedang bercanda? Aku
memerlukan kepastian darinya. Seketika itu juga, aku membalas SMS darinya. Ada
apa dengan Mbakku? Tadi siang baru saja mampir ke warungku dan masih tersenyum
padaku. Aku lihat wajahnya masih pucat usai sakit minggu lalu. Keponakanku juga
kena imbasnya. Aku tanyakan kembali kesehatannya. Tapi ia bilang baik-baik
saja. Lalu mengapa sore ini ia berSMS seperti itu??
Iya,
dek. Inilah aku yang sebenarnya. Aku bukanlah orang baik seperti yang kamu
kira. Tolong kasih tahu juga ke mamamu, ya.
Aku terhenyak atas
konfirmasi jawabannya. Rasanya aku ingin pergi ke rumahnya dan memastikan
kondisi yang terjadi. Tapi beliau menolaknya, ia ingin menumpahkan segala
cerita yang masih misteri buatku. Pada sore itu juga beliau datang ke rumahku.
Usai shalat Ashar, kami
berbincang ke topik persoalan. Aku ambil titik masalah yang dihadapinya. Aku
pahami peranannya sebagai wanita kedua dalam keluarga poligami. Kemudian,
untaian kata keluar dari mulutnya. Ia jelaskan bahwa ia wanita pezina. Ia
seorang wanita hina. Perilaku kebodohan yang memalukan itu ia lakukan secara
sadar. Ya Rabb..cobaan apa lagi yang dideritanya? Mengapa kakakku mudah
terhanyut akan hawa nafsu syaithan? Ada apa dengan kondisi batinnya hingga
tertekan seperti itu?
“Lantas, bagaimana reaksi
suami mbak atas peristiwa ini? Aku benar-benar tidak bisa membayangkan,”
ungkapku pahit.
“Sulit baginya untuk
menerima kondisiku, Dek. Aku membunuhnya secara perlahan-lahan. Meski demikian,
ia menyisakan ruang maaf untukku. Ia memperingatkan akibat dosa besar yang aku
lakukan. Aku bisa dirajam sampai mati,
bahkan sampai di akhirat aku tak bisa berkumpul dengan anak-anakku, suamiku dan
seluruh keluarga, dek. Hal yang bisa ku perbuat adalah bertobat nasuha,
bertobat sebenar-benarnya. Semoga Alloh masih memberikan kesempatan umur
panjang untukku bertobat,” urai Mbakku panjang lebar. Hatiku benar-benar
gerimis. Aku tak sanggup menahan kepedihan yang ia rasakan. Aku ikut menangis
bersamanya. Aku tak sanggup menguraikan kata-kata bijak. Saat ini, Aku hanya
ingin menjadi pendengar yang baik.
“Aamiin. Pasti masih ada kesempatan
bertobat. Alloh Maha Pengampun, Mbak. Mbak yang kuat, ya,” sepintas kataku yang
keluar. Aku hanya bisa menguatkannya lewat doa.
“Aku akan membicarakan aib
ini dengan semua keluarga kita, dek. Iniah risiko atas dosa besarku. Lebih baik
aku menanggung malu di dunia untuk meringankan bebanku di akhiratku kelak,”
ungkap beliau.
“Mbak serius? Mbak ingin
menebar aib ke semua keluarga, termasuk Mbak Mayyah dan anak-anak?” tanyaku
heran. Aku tak memahami jalan pikiran mbakku.
“Untuk keluargaku, hanya
aku dan suamiku yang tahu. Aku tak ingin jiwa anak-anak terguncang dan perasaan
mbak Yammah menjadi kalang kabut. Di sisa hidupku, Aku ingin membesarkan
anak-anakku dengan kesempurnaan akhlak, bukan seperti diriku. Mereka masih memiliki
masa depan yang cerah, maka aku tak pantas jika meredupkan harapan mereka atas
dosa besarku,” jawab Mbakku pilu.
“Sungguh berat, ya, Mbak.
Aku masih belum percaya atas pernyataanmu. Selama ini aku mengenal Mbak sangat
baik. Orang baik tak mungkin melakukan melakukan hal paling hina seperti itu.
Hmm..” ungkapku.
“Iya, Dek. Sekarang, aku
bukan cermin yang baik untukmu. Cermin sekarang sudah terurai pecah, dan tak
bisa lagi tertata semula. Semoga hal ini menjadi pelajaran hikmah buatmu, ya,
Dek. Janggap anggap remeh dari perbuatan zina pikiran dan hati, karena hal itu
akan menyeretmu ke lubang maksiat yang lebih dalam. Sungguh, penyesalanku kini
tak berujung. Beban ini akan terus aku bawa sampai masa akhirat kelak,” urai
Mbakku yang membuat air mataku semakin meluncur deras. Jiwanya sangat
tergoncang. Mungkin lebih dahsyat, daripada gempa 8,5 SR yang sedang menghantam
bumi Aceh dan sekitarnya. Beban pikiran yang merajai terasa merontokkan fisik
dan rohani Mbakku beserta suami.
Dari sini, aku menjadi
saksi hidup atas peristiwa kelam itu. Peristiwa perzinaan yang semula aku
temukan dalam dunia Televisi, saat ini menjadi cermin nyata dalam ruang lingkup
keluargaku. Aku meratap dan merasa pilu. Peristiwa ini begitu melunturkan
pandanganku terhadap dunia abu-abu bagi orang baik seperti Mbakku. Syaithan
masih bisa menjerumuskan manusia untuk berpihak kepadanya, memasuki dunia kelam
bersamanya.
Ya Rabb..Yaa muqallibal quluub tsabbit quluubiy ‘ala diinik. Wa ya muqallibal quluub tsabbit quluubiy ‘ala tha’atik.
“Tidakkah
kamu tahu, bahwa Alloh SWT memiliki seluruh kerajaan langit dan bumi. Dia
menyiksa siapa yang Dia Kehendaki dan mengampuni siapa yang Dia Kehendaki.
Alloh SWT Maha Kuasa atas segala sesuatu,” QS Al Maidah:40
Ya Rabb..Ampunilah segala
dosa-dosaku, dan seluruh keluargaku, khususnya Mbakku yang mengalami fenomena
pahit ini..Berilah kami kelapangan dan kesempatan dalam menuju surga-Mu..aamiin
21 Jumadil Awal 1433 H
0 Response to "Cerpen # Penyesalan Tak Berujung"
Posting Komentar
Thanks for reading
^________^