TOGA AIR MATA


Kota Lunpia,
Wisuda Universitas ke-127, Ramadhan 1433 H

Waktu ibarat roda yang terus berputar. Setiap detiknya terasa begitu singkat, ibarat jam pasir yang terus menuangkan gumpalan pasirnya satu per satu. Membawa perubahan pada lingkungan sekitarku. Tak kusadari, ku sudah melewati fase dewasa bersama perubahan itu. Perubahan lingkungan dan karakter sifat. Bukan karena keturunan sifat Ayah atau Emak, melainkan proses menemukan jati diri sesungguhnya melalui peristiwa bermakna.

H-1 sebelum wisuda
Seluruh persiapan wisuda sudah 95%, mulai dari kostum, list kunjungan, kendaraan dan hal-hal apa saja yang akan dibawa pada saat prosesi. Emak sudah siap dengan kebaya yang dijahitnya bulan lalu. Habib sudah siap dengan kemeja kebesarannya bersama dasi kupu-kupu. Mbak Fenita sudah siap untuk mengantarkanku ke Prof.Sudarto, tempat wisuda universitasku berada. Sedangkan Mas Royyan? Dia sedang sibuk dengan pekerjaan pentingnya, tanpa lebih mementingkan acara yang ku anggap spesial itu. Tak peduli mengapa ia saat ini tak bisa mengerti perasaanku. Mengapa aku dinomorduakan? Cukup sudah rasa toleransiku. Aku marah ketika Mas Royyan izin tidak bisa datang ke acara wisudaku. Ada gumpalan kesesakkan meski ku tahu dia pergi dengan sebuah alasan pekerjaan. Aku juga tak peduli apapun alasannya. Pada saat itu, aku lebih mementingkan perasaan.

H wisuda, jam 03.00
Sungguh aneh. Aku tak bisa tidur nyenyak di atas kasur empuk yang baru saja kubeli tahun lalu. Padahal, posisi tidurku sudah betul namun tidak pikiranku. Aku masih memikirkan Mas Royyan. Apa yang telah dilakukannya saat ini? Biasanya ia membangunkanku dini hari kecuali akhir-akhir ini. Aku semakin tak tahu alur perasaannya saat ini. Apakah ia ikutan kesal saat ku kesal juga padanya? Ku coba untuk mengambil air wudhu untuk meredam segala perasaan tak enakku. Ya Rabb...ampunilah atas ketidaktahuanku...

Jam 05.00
Seusai sahur, mbak Fenita sudah menyiapkan kostum gamisku untuk wisuda pagi ini. Dia memang tahu selera warnaku. Gamis dengan gradasi warna ungu beserta kerudung lipat yang dihiasnya sendiri. Tak salah jika Mas Royyan memilihnya sebagai isteri. Selain baik, wajah ayunya membuatku selalu teduh. Kadang, aku juga sering menceritakan masalah pribadi kepadanya. Dan ia selalu menawarkan solusi yang cukup jitu. Hmm..beruntung memiliki kakak ipar seperti itu. Sekali lagi, aku memujinya dalam hati.

Jam 06.45
Meskipun baru belajar menyetir selama dua bulan, mbak Fenita mampu melawan arus kemacetan yang terjadi di Jalan Raya Banyumanik. Aku hampir telat dibuatnya. Alhamdulillah...Sudah sampai di gerbang GSG. Ku amati pilar gedung-gedung kampus yang berlari di jendela kaca mobil. Begitu banyak kenangan di dalamnya. Pembangunan kampus tampaknya sudah mulai paripurna. Semoga untuk ke depan, kelayakan dan fasilitas gedung kampus yang ada dapat meningkatkan prestasi mahasiswa. Sesampai di tugu kampus, begitu banyak kendaraan yang berlalu lalang, mengantarkan calon wisudawan ke gedung Prof.Sudarto. Sesampai di sana, aku disambut oleh poster besar yang berisi ucapan selamat kepada para wisudawan. Desainnya unik dan karikaturnya cukup kreatif. Kulihat pemilik desain di pojok poster. Ternyata milik kru LOETJU.

Jam 07.00
Aku baris di deretan paling depan, berkumpul bersama mahasiswa cumlaude terbaik dari fakultas lain. Aku amati penampilan teman-teman perempuan pada saat itu. Ada yang memakai konde dan aneka jilbab yang bervariasi. Kostum kebaya mereka ditutupi oleh pakaian toga. Hampir saja ku tak mengenal mereka karena riasan dan busana yang dipakai. Sangat kontras dengan riasanku yang lebih simple. Untuk mengisi waktu tunggu, kami sempatkan dokumentasi ria di depan gerbang utama.

Jam 08.20
Acara penyambutan dari rektor dan hiburan berlangsung tanpa terasa. Kini tiba saatnya untuk penyematan mahasiswa cumlaude terbaik dari Fakultas Psikologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Fakultasku, Fakultas Ilmu Budaya. Dadaku bergemuruh saat namaku disebut sebagai mahasiswa cumlaude terbaik di Fakultas sekaligus gelar double degree di Malaysia.
“Fatimah Az Zahra, selamat, semoga kesuksesan menyertai Anda,” ucap Pak Rektor saat menyemat togaku. Aku tersenyum simpul dan melakukan kode salam kepada beliau.

Usai turun dari podium, aku memejamkan mata. Merasakan gumpalan kesesakan yang masih merasuk jiwa. Harusnya Mas Royyan di sini, menunggu saat namaku dipanggil Rektor sebagai wisudawan terbaik. Harusnya Mas Royyan di sini, menggantikan posisi Ayah serta mendampingi Emak yang meluap rasa haru yang bahagia karena putri keduanya wisuda di hari ini. Tak kusangka, Alloh mengujiku pada saat detik-detik kebahagiaanku.

Jam 08.40
Rini, mahasiswa cumlaude terbaik yang duduk di sampingku, tiba-tiba ikut menangis saat pembacaan puisi oleh salah satu wisudawan di ruangan.

“Kenapa, Rin? Ikut terharu, ya?” tanyaku penasaran. Dia mengusap air matanya, lalu berusaha mengatur nafas yang tersisa. Dia mencoba berbicara,
“Tak apa, Fat. Pengin nangis aja karena mungkin emang terbawa suasana, ya? Hehe..” jawabnya dengan senyuman.
“Hmm, kalo boleh tahu, siapa pendamping wisudamu, Rin?” ku ganti pertanyaan lain biar Rini tidak sedih.
“Ada, Fat. Ibu asuh dan adik angkatku,” jawab Rini dengan menyembunyikan rasa sesaknya. Aku kembali beristigfar. Aku salah melontarkan pertanyaan. Aku tak berani menanyakan di mana keberadaan orang tuanya. Namun, tiba-tiba dia bercerita,
“Ayah dan Ibuku sudah wafat sejak aku masih kecil. Entah apa sebabnya, pada saat itu aku masih berumur dua tahun. Aku anak semata wayang. Karena kondisi ekonomi yang terbatas, pamanku menitipkanku di panti asuhan. Sejak itu, aku diasuh di panti asuhan dan diasuh oleh orang lain yang tak ku kenal. Aku sudah berkali-kali ganti keluarga hingga akhirnya ada keluarga yang cocok denganku dan membiayaiku hingga tamat kuliah,” ungkap Rini yang membuatku iba.
“Subhanallah..Kau sungguh tegar, Rin. Meski dengan kondisi demikian, prestasi tetap kau utamakan,” responku. Aku mengenal Rini sebagai mahasiswa berprestasi tahun 2010. Saat itu predikatku sebagai mawapres universitas tingkat dua sedangkan Rini sebagai predikat pertamanya.
“Yaa..Hanya dengan itulah aku bisa memberikan kebanggaan kepada kedua orang tua asuhku, Fat. Ohya, kalau pendampingmu dengan siapa, Fat? Jangan-jangan ma calon suami, hehe..” ledek Rini.
“Ama Emak, adik dan kakak ipar, Rin. Ku masih single, koq. Kalaupun punya calon, ya ndak bolehlah, Rin. Kalo dibawa sebagai pendamping, ntar dikira statusku udah berganti. Hehe..” sahutku dengan mesam-mesem.
“Okelah, Fat. Ntar kalo maw nikah, kabar-kabar, ya. Oh ya, udah coba lowongan kerja, belum?” tanya Rini lagi.
“Hyum, minggu depan ada job fair, Rin. Kita coba, yuuk?” ajakku.
“Alhamdulillah, aku udah diterima di Rumah Sakit Medical Centre di Bogor, Fat. Doakan, ya, semoga bisa betah di sana,” jawab Rini.
“Wah, barakallah...Selamat, ya, Rin,” ungkap kebahagiaanku. Keren sekali ni anak, baru saja lulus tapi udah dapat pekerjaan pasti. Subhanallah..Rezeki setiap orang memang sudah diatur oleh Alloh secara tawazun.
“Siip..sama-sama, Fat. Sukses untukmu juga, yaa,” ucap Rini mengakhiri pembicaraan.

Saat itu sesi pembacaan doa. Kondisi ruangan menjadi hening dan setiap jiwa mencoba menemukan keberadaan Tuhannya masing-masing. Aku coba mengingat semua kealpaanku. Semua nikmat yang lupa ku syukuri. Semua kesalahan yang tak ku sadari sepenuhnya. Rini mengingatkanku tentang arti syukur, bahwa kini aku masih memiliki keluarga yang bahagia meskipun ayahku telah meninggal. Emak yang sudah kondisi renta namun masih mencintaiku seperti dulu. Begitu pula dengan Mas Royyan. Pasti dalam jarak yang jauh, dia sangat menginginkan hadir ke acara wisudaku. Rasa kesalku pun luntur diganti dengan air mata penyesalan. Seharusnya aku tidak boleh bersikap jengkel seperti itu. Seharusnya aku bisa memahami perasaan Mas Royyan saat ini. Ku sadari, seberapa jengkelku padanya, aku masih menyayanginya sebagai kakak tersayang, kakakku satu-satunya di dunia ini. Selepas prosesi wisuda, aku ingin sekali cepat-cepat menghubunginya dan meminta maaf kepadanya.

Jam 10.45
Puluhan SMS masuk ke dalam inboxku. Rata-rata berisi tentang ucapan doa dan selamat atas kelulusan. Namun tak satupun pengirim atas nama Mas Royyan. Aku tak peduli dengan banyaknya SMS yang masuk, aku langsung menghubungi Mas Royyan.

Nomor tujuan sudah ku tekan namun masih terdengar nada tunggu yang membuatku tidak sabar. Di seberang sana, Emak dan Mbak Fenita mencariku. Aku lambaikan tanganku namun mereka tidak mengetahui keberadaanku. OK. Aku prioritaskan untuk menghampiri mereka terlebih dahulu.

Pada saat ku keluar ruangan, tiba-tiba HPku berdering. Ternyata, Mas Royyan balik meneleponku.

“Assalammu’alaikum, adekku sayang. Barakallah.. Gimana tadi wisudanya?” tanya Mas Royyan dengan menunjukkan ekspresi kerinduan.
“Hmmmmm...,” aku terdiam, masih menyimpan isakku.
“Koq salamku ndak dijawab? Masih marah, ya? Cantiknya ilang, lo, karena cemberut,” ledek Mas Royyan. Dia tak tahu perasaanku. Aku mencoba untuk mengungkapkan rasa bersalahku.
“Ndak marah lagi, oq, Mas. Alhamdulillah, barusan saja wisuda universitas selesai, tinggal menunggu wisuda Fakultas usai buka puasa. Mas, sekarang di mana? Proyek berjalan lancar?”
“Alhamdulillah, masih di Batam. Malam ini Insya Alloh proyek sudah selesai. OK. Salam buat Emak, mbak Fenita dan Habib, yaa,” pesan Mas Royyan.
“Iya, Mas. Hmm...Maafkan kesalahan Fatim, ya,” nada bicaraku berubah menjadi parau. Tangisku meledak. Aku tak sanggup menahan rasa bersalahku.
“Ada apa, dek? Koq jadi nangis?”
“Ndak apa, Fatim merasa bersalah saja karena kemarin sempat marah dengan Mas. Maafkan Fatim, ya?” ungkapku.
“Justru Mas yang seharusnya minta maaf sama Fatim. Mas ga bisa dateng mewakili Ayah ke acara wisuda. Akhir-akhir ini memang sengaja Mas ga menghubungi karena Mas tahu Fatim sedang emosi. Sudahlah, saling memaafkan, ya?”
“Iya, Mas. Makasih banyak buat semua hal yang sudah Mas Royyan lakukan selama ini. Tanpa bimbingan Mas, mungkin Fatim tidak bisa seperti sekarang,” isakku sambil disaksikan oleh Emak dan Mbak Fenita. Togaku terlepas saat air mataku terurai deras. Maafkan aku, Mas Royyan..Maafkan kesalahanku, ya, Rabb..

Cerpen ini didekasikan untuk teman-teman yang akan diwisuda atau sudah diwisuda. Barakallah... Perjuangan belum berakhir... Siapkan diri kita untuk dunia nyata sebenarnya.

An Maharani Bluepen
280711-06:11-

Read Users' Comments (0)

0 Response to "TOGA AIR MATA"

Posting Komentar

Thanks for reading
^________^

 
Free Website templateswww.seodesign.usFree Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Wordpress Themeswww.freethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree CSS Templates Dreamweaver