#Resensi : Tetap Saja Kusebut (Dia) Cinta

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Bismillaahirrahmaanirrahiim


"Cinta itu hanyalah tenaga untuk menjalani hidup,
bukan ujung perjalanan yang menjadi tujuan"
-Tasaro-
Teman perjalanan yang menyenangkan bagiku adalah buku. Meski di sampingku ada teman untuk bercerita, buku menyuguhkan aneka cerita yang membuatku lebih banyak ‘berpikir’. Meski demikian, tidak perlu bersikap cuek bila teman di sampingku menegur sapa. Biasanya aku yang lebih aktif menyapa mereka sih, daripada direndam kebosanan selama perjalanan. Hihi..

Sewaktu perjalanan ke Gresik pada Oktober 2013, ada buku menarik yang aku jadikan sebagai teman perjalanan. Buku ini aku beli berdasarkan ketertarikan sampul warnanya dan juga nama pengarangnya. Sebetulnya sudah aku buat resensi singkatnya di Goodreads (link), namun ingin aku buat resensi panjangnya di blog SP ini. Buku “Tetap Saja Kusebut (Dia) Cinta” ini bukanlah sebuah novel, melainkan kumpulan cerita pendek yang berbasis tentang cinta.

Buku ini ingin aku tunjukkan kepada seseorang yang berarti dalam kehidupanku. Dialah yang menjadi inspirator utama dalam cerita-ceritaku. Aku ingin berdiskusi lebih banyak kepadanya. Aku ingin membuat novel untuknya. Namun sampai pertengahan tahun ini, ide ceritaku masih terus mengambang di pikiran. Belum satupun kata yang terangkai dalam tulisan. Maybe karena sedang banyak ‘pikiran’ dan amanah, aku ga fokus menulis novel. Oh ya, berkat dia juga, aku bisa mengenal Tasaro GK dan karya-karyanya.

Nama Tasaro GK ternyata adalah sebuah nama pena. Setelah aku konfirmasi lewat web Goodreads dan akun twitter Kak Tasaro (https://twitter.com/TasaroWriter), beliau mengkonfirmasi bahwa nama GK itu nama daerah ‘Gunung Kidul’, sedangkan nama asli kak Tasaro itu Taufik Saptoto Rohadi. Hehe. Cerita dalam buku diilustrasikan dengan lukisan warna dari Dredha Gora Hadiwijaya. Wow, nama pelukisnya keren, ya, sesuai dengan karyanya yang ciamik. Eh, ternyata itu juga bukan nama aslinya. Background cerita buku ini dilukis oleh Hadi Nugraha, di mana hasil karyanya melambung buana sampai ke negeri sakura. Hmm.. Mantap juga, ya, identitas pelukis dan penulisnya. Kolaborasi yang keren. Mari kita lanjut dengan isi bukunya.

Buku ini nanggung dengan sembilan cerita pendek (yang sebetulnya bisa digenapi sepuluh) dengan gado-gado ekspresi yang berbeda. Ada yang membuatku hampir menangis karena terharunya. Ini kok ending ceritanya ‘ga banget’, sih. Benar-benar di luar prediksi. Terus ada juga yang membuatku tersenyum karena ide ceritanya memang ada di sekitar kita dan itu memang nyata. Suasana religi-pun masih terpancar di berbagai cerita. Ya. Semua cerita memang bermuara ke tema cinta yang tidak ada habisnya.
**

Perjalanan cinta memang tidak lepas dari ujian dan cobaan. Berkali-kali disakiti, namun tetap berusaha mencintai dan merindukan kehadirannya. Penantian hampir setengah abad tidak membuat seseorang menyesal hingga akhir hayatnya. Cerita pertama yang berjudul “Puisi” ini hanya menyuguhkan sebait puisi saja dari puisi ‘Terlalu Dini’ karya Rahne Putri. Hehe.. Padahal kalau dipanjangkan, makna prosanya akan lebih menarik.
Bagaimana cara bertemu kamu?
Harus berjalan atau berlari? 
Aku takut kamu terlewat dan aku mencarimu lagi..
Ide cerita kedua lebih segar. Dari judulnya sudah keliatan, “Roman Psikopat”. Kalau kamu penasaran dengan gejala-gejala orang psikopat, kamu bisa baca cerita pendek ini. Hihi..

Selanjutnya cerita tentang “Galeri”. Mungkin ide cerita bersumber dari pelukis buku ini, ya? #menebak saja karena isi ceritanya tentang lukisan yang terpampang di gedung tua. Imajinasi Kak Tasaro bermain apik di sini. Sampai-sampai aku kesulitan menemukan hikmah ceritanya.

Cerita di halaman selanjutnya lebih berbobot menurutku. Yaa.. Inilah cerita tentang menemukan jati diri dan keberadaan Tuhan dalam kehidupannya. Cerita tentang menemukan pemahaman hidup. Cerita tentang rohani yang membuatmu instropeksi. Manusia itu memiliki nafsu, berbeda dengan malaikat yang tak pernah khilaf. Di balik itu, manusia memiliki kelebihan untuk mengontrol nafsunya, beriman kepada Sang Khalik. Cerita “Bukan Malaikat Rehat” akan menarik disimak, deh.

Saat memasuki pertengahan buku, kamu akan menemukan bab cerita yang ditunggu, “Tetap Saja Kusebut (Dia) Cinta”. Isinya ceritanya relatif lebih panjang dari cerita sebelumnya. Cerita tentang penantian dan perbedaan. Mencintai seseorang dengan berbeda keyakinan (agama), dan jalan hidup. Menemukan berbagai kesalahpahaman sehingga kesetiaan teruji. Memahami bahwa tidak semua cinta itu memiliki, dan membersamai (betul ga ya, istilahnya? Hehe..)

Judul selanjutnya lebih menarik lagi, “Tuhan Ga Pernah Iseng”. Nah, dari cerita ini kamu bisa melihat berbagai persepsi tentang dunia gay. Sangat relevan dengan kasus-kasus pelecehan seksual anak yang lagi hot saat ini. Begitu pula dengan cerita “Separuh Mati” di halaman selanjutnya. Kamu akan menemukan warna cerita yang berbeda dari dunia lesbi.

Tema yang ditawarkan Kak Tasaro memang ga terlalu monoton. Sehabis mengarungi cerita cinta di kalangan lawan jenis dan sesama jenis, beliau menuturkan sepotong kisah tentang dunia kepenulisan. Ya.. Memang dunianya tak pernah lepas dari kecintaannya untuk menulis, berbagi manfaat lewat tulisan. Dari sudut pandang orang ketiga, Kak Tasaro menceritakan tentang kehidupan penulis yang bernama “Atarih.” Sepertinya aku paham, siapa yang Kak Tasaro maksud dalam cerita ini.

Di penghujung cerita, Insya Allah kamu lebih kangen kepada Ibumu, deh. Hehe.. Apalagi kalau terpisahkan jarak sehingga jarang ketemu. Kamu akan diingatkan kembali tentang pengorbanan Ibu membesarkan kamu. Kamu ga akan pernah melupakan jasa-jasanya sampai kamu membentuk keluarga baru sekalipun. Ada epilog cerita “Kagem Ibuk” yang aku suka dan membuat keinginanku menjadi seorang Ibu semakin kuat:
Allah tercinta,
Engkau menciptakan setiap Ibu menjadi istimewa.
Maka hadiahilah dia dengan anak-anak yang bercahaya.
Jika aku tak yakin bahwa Engkaulah pelindung terbaik untuknya,
maka aku akan selalu ragu bahwa beliau senantiasa baik-baik saja di sana.
Tuhan, salehkan aku, karena hanya dengan itu,
Engkau akan selalu mendengar setiap doaku untuk Ibuk.
Ibuk, aku mencintaimu lebih dari yang kutahu.

Bagaimana? Sudah cukup penasaran isi buku TSK(D)C? Silakan menikmati detail ceritanya di bukunya langsung. Kamu bisa menemukannya di toko buku terdekat :) Biar tidak tersesat, aku kasih identitas bukunya, ya..

(link)
Judul                   : Tetap Saja Kusebut (Dia) Cinta
Penulis                 : Tasaro GK
Ilustrator              : Hadi Nugraha
Penerbit              : Qanita
Tahun                  : 2013
Halaman              : 264 halaman

Diresensi oleh An Maharani Bluepen
Waktu sepertiga malam, 04 Juni 2014

"Bagiku, cinta itu menguatkan. Apalagi jika cinta itu landasannya karena Allah. Aku ingin mencintai seseorang karena Allah, meski aku pernah terluka sebelumnya." -An-



Read Users' Comments (2)

2 Response to "#Resensi : Tetap Saja Kusebut (Dia) Cinta"

  1. Aisyah Fathiyah-Tuti Wartati, on 5 Juni 2014 pukul 13.23 said:

    cinta adalah kekuatan, bukan melemahkan, cinta adalah harapan, bukan angan kosong, cinta adalah semangat menjadi lebih baik bukan hancur dalam keterpurukan, cinta adalah yakin walau dalam kegamangan ^_^ cinta karena Allah adalah yang terbaik...semoga cintamu yang terbaik ya ukhti ^_^

  2. An, on 7 Juni 2014 pukul 19.57 said:

    Aamiin yaa Mujiib.
    Terima kasih, mbk :-D

Posting Komentar

Thanks for reading
^________^

 
Free Website templateswww.seodesign.usFree Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Wordpress Themeswww.freethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree CSS Templates Dreamweaver