Final Editing: Cerpen CDD

[C]inta [D]alam [D]iam

Pematang sawah berjejer rapi di seberang sungai. Rumpun hijau kekuningan itu ternyata dalam masa tanam. Suasana hijau mulai memuncak ketika kereta membelah hutan. Punggung gunung tersipu malu, menyembunyikan bukitnya yang menggelap ditempa awan hitam. Rupanya gejala hujan deras akan turun. Senyuman kecilku mengembang ketika rinai hujan mulai turun membasahi bumi, mengikuti arus kereta api yang sedang beradu dengan kecepatan angin. Jendela kereta mulai mengembun. Lamunanku semakin tenggelam ketika merasakan harmoni hujan yang begitu indah. Sebuah keajaiban alam yang kurasakan sejak masa kecil, masa kenangan bersama ibunda tercinta. Bunda selalu mengingatkanku untuk selalu bersyukur saat hujan turun. Di saat seperti inilah waktu yang mustajab untuk berdoa, karena Tuhan memberikan sejuta karunia-Nya saat hujan turun.

Bunda...putri kecilmu ini akan merantau di kota sejarahmu, tempat kau menimba ilmu bertahun-tahun lamanya. Ya...aku akan melanjutkan perjuangan cita-citamu yang mulia. Menjadi insinyur yang ikhlas, tanpa pamrih mengabdi.

Keajaiban hujan bukan hanya mengingatkanku tentang bunda, melainkan sebuah kisah yang akan terus membekas. Cinta ketiga.


Aku teringat dengan Nissa, sahabatku sejak SD, sering menceritakan pengalaman cintanya. Cinta pertama bagi Nissa adalah ketika dia mulai tertarik dengan lawan jenis saat SD. Dia tertarik karena kepintaran Rudi, sang ketua kelas yang selalu mendapatkan peringkat pertama. Kemudian perasaannya pun berubah saat SMP, dia menyukai Adit, orang paling cakep dan cool di sekolahnya. Itupun hanya bertahan seminggu karena Adit sudah mulai berpacaran dengan cewek lain. Pada waktu kelas kelulusan, akhirnya Nissa pun mendapatkan tambatan hati dan jadian ma Tommy. Namun hubungan mereka hanya bertahan sampai kami kelas satu SMA. Nissa sudah mulai bosan ma pacarnya itu. Rasa cintanya beralih pada si Yosuke, cowok pindahan akselarasi dari Jepang dan mereka pun jadian sampai waktu kelulusan SMA. Aku pun menjadi pendengar setia kisahnya, meski ku tak pahami begitu anehnya cinta monyet model anak-anak zaman itu. Perasaan mudah berubah, daya tarik fisik menjadi faktor yang utama. Gaya pacaran mereka pun beraneka ragam. Mulai dari yang paling sopan sampai hal yang paling memalukan alias berciuman. Bahkan ada yang lebih parah lagi, teman kelas sebelah bahkan sudah hamil di luar nikah.

Untungnya, aku bukan tipe cewek yang mudah jatuh cinta, apalagi berpacaran. Ya, sejak kecil Bapak selalu mengingatkanku tentang bahaya pacaran. Kata beliau, pacaran itu cuma membuang waktu produktif kita. Aku pun sependapat dengan Bapak. Aku lebih minat untuk belajar ekstra untuk mendapatkan prestasi terbaik di kelas. Aku pikir, cowok mana yang suka ma cewek yang super kutu buku? Hehehe..Hobiku memang selalu membaca tanpa mengenal tempat, seperti di kantin, di mushola, di kamar mandi, di kelas, bahkan di bus kota. Hobi yang aneh namun aku tekuni sejak ditinggal Bunda. Pesan beliau ketika sakit, klo aku disuruh untuk selalu belajar dan membaca terhadap hal yang belum ku tahu. Yaa, semenjak bunda tiada, semangat belajarku untuk meraih cita-cita terasa menggebu-gebu hingga Tuhan memberikan kelapangan kepadaku yakni diterima di institut ternama di kota Bandung.

Kata Bunda, cinta sejati itu hanya khusus untuk ditujukan ke Tuhan, Sang Maha Cinta. Jika pun dengan manusia, hanya cinta kepada Rasulullah, dan orang tua yang patut menduduki peringkat pertama dan kedua. Nissa menganggap aneh prinsip yang kupegang selama ini. Tidak berpacaran, selama belum mendapatkan restu orang tua. Meskipun berbeda prinsip, kami tetap bersahabat baik layaknya hubungan adik dan kakak. Nissa pun memahami ketika aku mulai tertarik dengan lawan jenis saat waktu yang dianggapnya terlambat, saat kelas dua SMA.

“Mengapa baru bisa merasakan sekarang, Fa?” tanya Nissa saat melihat gejala-gejalaku jatuh cinta dengan lawan jenis.
“Aku pun tak tahu. Kakak itu memiliki sebuah kelebihan yang tak bisa kulukiskan. Perasaanku semakin tak karuan jika ku berpapasan atau bercakap dengannya.”
“Kenal di mana?” tanya Nissa penasaran.
“Kenal di bus kota, Nis. Saat itu mau berangkat sekolah. Eh, hujan turun sangat deras. Terpaksa aku berteduh lama di halte sembari menunggu kedatangan bis. Trus, bis datang setelah 30 menit lamanya. Suasana bis pada saat itu sangat crowded, Nis. Aku sampai tidak bisa bernafas.”
“Trus?”
“Nah, ada ibu-ibu tua yang ikut naik ke bus itu. Trus, beliau mencari kursi penumpang yang kosong. Kasihan banget ibu itu, beliau membawa tiga anaknya sekaligus barang bawaan yang cukup banyak. Namun sayang, bapak-bapak atau mas-mas yang duduk tidak mempersilakan ibu itu duduk, kecuali dia, Nis. Dia, kakak yang baik itu...”
“Hmm, udah taw nama kakak itu? Kelas berapa kira-kira? Kamu taw ga sekolahnya di mana? Ato jangan-jangan...”
“Eits, jangan potong ceritaku dulu. Kakak itu mempersilakan sang ibu duduk di tempat duduknya. Wah, benar-benar ketulusan yang indah. Hari berikutnya, tak taw kenapa, kami bertemu lagi, Nis. Hyum, rasanya senang banget,. Pengin sekali berkenalan ma kakak itu. Tapi kamu taw sendiri kn, aku tipe orang yang introvert, sukar sekali memulai suatu pembicaraan. Karena semua tempat duduk terisi, aku terpaksa berdiri, Nis. Eh, kamu taw ga apa yang terjadi selanjutnya?”
“Hyum, pasti kakak itu mempersilakan kamu duduk, kan? Hehe..mudah ditebak ni ceritamu...”
“Yap, sekali lagi dia mempersilakan seorang wanita duduk. Dia begitu menghormati seorang wanita,ya, Niss...”
“Iya, sih. Berarti Fa, kamu mengagumi kebaikan kakak itu. Kalau menurutku itu bukanlah termasuk sikap jatuh cinta. Tapi perbedaan antara keduanya sangat tipis, kok..Eits, tunggu dulu, apakah setelah kejadian itu, kamu selalu memikirkannya? Sempat kenalan,ga..? sayang banget kalo ga sempet..”
“Nah, itu, Nissa...Hal yang paling mendebarkan adalah saat pertemuan ketiga. Kami duduk bersebelahan!”
“Wah..wah..trus?”
“Kakak tu menanyakan aku sedang belajar apa. Kamu taw sendiri kan, di bus kota pun aku sering membaca. Trus, dia nanya tentang sekolahku dan tinggalku di mana. Ku jawab semua pertanyaan darinya,deh. Sampai akhirnya aku memberanikan diri untuk tanya situs salingsapa.com kepadanya. Eh, ternyta kakak itu punya situs itu, Niss. Dia mencari namaku di situs SS lalu menanyakan kenapa foto di SS dan dunia nyata berbeda? Hehe..di SS aku tampilkan foto pake jilbab, Nis...”
“Hahah...akhirna kalian bisa berkenalan juga. Trus, udah itu, dia tahu nama aslimu? Setahuku namamu di SS berbeda dengan yang asli.”
“Enggak, Nis. Aku pun belum mengecheck email SS-ku. Yap, aku pun belum taw namanya...”
“Hyaa...jadi penasaran kisah selanjutnya. Untuk minggu ini kamu ketemu ma kakak itu, ga?”
“Udah enggak, Nis. Itulah pertemuan terakhir yang entah kenapa sampai sekarang terus membekas di hati. Yap, klo Tuhan Mengijinkan kami bertemu lagi di kesempatan lain..”

****
 “Wah, Fa, novel Kang Abik emang menyentuh banget, yaa..Ga bosen baca tiap halamannya. Gue sempat bayangin latar dari cerita dalam novel ni. Eh, Fa, lagi ngelamun,ya?” ucap kak Afiy, teman perjalananku di gerbong kereta api.  Dia juga hijrah ke Bandung, menimba ilmu di institut yang sama denganku. Sebuah anugerah yang tak terkira, ketika dia tiga kali tes masuk di institut itu, baru tahun ini dia diterima. Berbeda denganku, aku tergolong anak negeri yang sangat beruntung karena cukup sekali tes masuk. Dengan modal ikhtiar, kenekatan dan doa restu dari Bapak, aku diterima melalui jalur tes SNMPTN.

“Eh,maaf, kak Fiy, lagi liat hujan nih. Iya, baca aja sampai bosen. Hehehe..kalo dibandingin ma novel lain, novel Kang Abik memang khas dalam majas dan tekstur kalimatnya. Di sana juga terselip hikmah dan petuah agama yang sangat bermanfaat. Aku aja belajar berjilbab seusai baca novelnya. Dulu mah belum ada keberanian untuk memulai perubahan seperti sekarang. Pikirku, cewek yang pake jilbab pasti sikap luarnya juga harus terjaga, kak Fiy. Aku takut, klo pake jilbab tapi sikapku masih jahiliyah, ga mencerminkan kebaikan muslimah. Soalnya dulu aku liat temen-temenku yang pake jilbab tapi pakaiannya masih ketat dan perilakunya juga belum terjaga. Beda banget ma kak Afiy. Penampilan kak Afiy lebih tertutup dengan jilbab manis ini,” kataku memuji.
“Ah ga juga, Shafa. Elu juga lebih manis dengan jilbabmu. Hehe..Menurut gue, sih, dengan memakai jilbab, seorang wanita akan tampak lebih anggun karena dia menjaga kemaluannya dengan baik. Pernah denger ungkapan buah pisang dengan kulit terbuka dan tertutup, kan? Semakin buah itu tertutup maka ia akan tak mudah dihinggapi lalat sehingga bibit penyakit tak akan masuk ke sana. Alloh memberikan hikmah yang manis terhadap seorang muslimah yang menjalankan perintah-perintah-Nya. Ga hanya efek fisik dan psikis aj, sih, tapi juga berpengaruh ma kesehatan. Dengan berjilbab, kita akan terhindar dari efek radiasi dan Insya Alloh inner beauty kita akan lebih tampak. Seiring berjalannya waktu, perilaku orang yang berjilbab akan turut terjaga. Mungkin jika ada cewek yang berjilbab tapi perilakunya masih belum sesuai, maka perlu dilihat niat cewek itu dalam berjilbab. Insya Alloh, kalo niatnya baik, jilbab akan menjaga sikap dan tutur katanya,” urai kak Afiy panjang lebar. Aku semakin menyukainya. 

Niatku untuk berjilbab semakin bertambah kuat dan akupun harus meluruskan niat itu. Ya, semenjak kelulusan SMA, aku belajar untuk menutup aurat. Tak mudah memang ketika harus mulai perubahan. Tapi Bapak selalu mendukungku ketika aku mulai perubahan ini. Bahkan adikku, si Rani, ikut-ikutan minta dibelikan jilbab oleh Bapak. Alhamdulillah, sekarang aku dan adikku istiqomah memakai jilbab. Nissa pun terkejut ketika ku mulai berjilbab mengikuti jejaknya. Meskipun aku masih dalam proses belajar, pakaian yang kukenakan selalu longgar dan tidak menampakkan bentuk tubuh. Jilbabpun demikian, ga terlalu mengikuti trend mode. Aku lebih suka memakai jilbab langsungan yang bisa menutup dada. 

“Semua itu butuh keberanian ketika seorang wanita hijrah dalam jalan ini, ya, kak Fiy. Kakak dapat motivasi dari siapa untuk melakukan perubahan ini?” tanyaku penasaran.
“Dari kakakku, Fa. Dia sangat menyayangi dan mensupport gue dalam keadaan suka ataupun lalai. Dan gue senang menjalankannya,” jawab kak Afiy dengan senyum simpul.
“Yap, kak. Beruntung sekali mempunyai kakak seperti itu.”
Hujan yang tadinya begitu deras semakin reda ketika matahari mulai menampakkan sinarnya. Perjalanan ke Paris van Java bersama kak Afiy begitu menyenangkan. Meskipun kami baru pertama kali berkenalan di gerbong ini, suasana kekeluargaan begitu terasa. Kak Afiy sudah kuanggap sebagai kakakku sendiri. Tak lama kemudian kami sampai di stasiun Bandung. Alhamdulillah, akhirnya sampai juga....
“Fa, ni gue dijemput ma kakakku. Habis ini elu maw ke mana?” tanya kak Afiy.
“Mungkin aku langsung mencari kos di dekat kampus. Kak Afiy sudah mencari kos?”
“Wah, kebetulan sekali. Ntar, kakakku maw mencarikan kos untukku. Mungkin kita bisa mencarinya bersama. Jadi juga ga terlalu repot, kan. Kita pun bisa satu kos bersama jika elu ga keberatan.”
“Yap, kak. Aku setuju. Kakakmu udah sampai stasiun?”
“Bentar, ya, gue SMS dulu.”
“Ok, Kak.”
Aku liat samar-samar seseorang dari kejauhan. Sepertinya tidak asing bagiku. Seseorang yang pernah kutemui dan sampai saat ini masih membekas di hati. Ya, dia, kakak yang baik itu. Kenapa dia berada di sini, ya? Apakah penglihatanku ini benar, ya, Rabb? Mataku samar-samar karena tak pakai kacamata.
“Alhamdulillah, kakakku udah sampai stasiun, Fa. Tunggu bentar,ya..”
“Assalammu’alaikum, Fiy..” salam seseorang dari arah depan kami.
Deg-deg. Jantungku berdenyut tidak normal. Lebih cepat daripada biasanya. Aku palingkan wajahku dan melihat seseorang yang memberikan salam itu.
“Wa’alaikumsalam. Ya Alloh, kak Alfa...Udah lama nunggunya?” tanya kak Afiy kepada orang itu.
“Iya. Udah 30 menit kakak menunggu. Jadwal kereta terlambat, ya, dek?” tanya orang itu. Tiba-tiba dia mendekati kami. Ya Rabb, ternyata dia memang kakak yang selama ini memenuhi ruang hatiku. Hyum, baru taw sekarang kalo kakak yang baik itu bernama Alfa. Aku pun tersipu malu karena dia ternyata kakak dari kak Afiy. Aku masih pura-pura tak melihat kehadirannya.
“Maaf, ya, kak, karena udah nunggu lama. Ohya, ni ada kenalan gue di kereta. Namanya Shafa. Dia juga sekolah di institut yang sama denganku, kak. Rencananya kami maw mencari kos di sekitar kampus. Shafa, kenalkan, ni kakakku yang tadi kuceritakan. Namanya Alfa Rahman. Sepertinya dia akan jadi kakak kelasmu, Fa. Kalian satu jurusan di fakultas yang sama.”
Aku pun jadi kikuk. Bingung maw katakan apa. Suara yang keluarpun terbata-bata.
“Iya, kak. Salam kenal dari Shafa.”
“Shafa? Sepertinya kita pernah bertemu,ya? Tapi di mana,ya? Hehe..wajahmu sangat familiar,” ucap kak Alfa.
“Belum pernah, kak. Wajahku memang pasaran. Hehe..” jawabku dengan polos tanpa kuceritakan yang sebenarnya. Kita memang pernah bertemu, kak Alfa. Dan aku tidak akan pernah melupakan pertemuan itu.
“Afiy, mobil kakak sedang di bengkel. Maaf,ya, kalo perjalanan nanti kita naek angkot aja, bagaimana?” tanya kak Alfa.
“Owh, ga masalah, Kak. Pasti si Shafa juga seneng karena ni pertama kalinya dia berselancar di kota ini. Iya, kn, Fa?”
“Iya. Naek angkutan umum lebih asyik dan seru, kak.” Jawabku tanda setuju.

Selama perjalanan, kak Alfa menceritakan sejarah kota Bandung hingga dikenal sebagai Bandung Lautan Api. Trus, di tepi jalan, kami melihat gedung sate, gedung bersejarah kota ini. Selanjutnya, kami melewati museum konferensi Asia Afrika, konferensi Internasional yang pernah diadakan. Ya, kota Bandung adalah kota sejarah Indonesia yang tak pernah lekang dimakan usia. Selain itu, pusat perbelanjaan seperti Dago, pusat oleh-oleh seperti Cibaduyut dan Cihampelas menjadi daya tarik para wisatawan manca ataupun domestik.

Kak Alfa begitu ramah. Tidak berbeda dengan kak Alfa yang kutemui dua tahun silam. Dia juga pribadi yang sangat menyayangi adiknya. Begitu beruntungnya kak Afiy memiliki kakak sebaik itu. Hyum, ya Rabb...Segala puji bagi-Mu yang telah mempertemukan kami kembali. Satu hal yang membuatku terkejut adalah dia satu jurusan denganku. Suatu kedekatan yang tak bisa kubayangkan. Kata kak Afiy, kak Alfa aktif dalam rohis universitas dan pengajar tetap di bimbel yang dirintis bersama kawan-kawannya. Dia juga aktif mengisi kajian bersama adik-adik kelasnya. Subhanallah, ya Rabb..Dia memang benar-benar pemuda yang sholeh.

Seusai perjalanan panjang, Alhamdulillah kami menemukan lokasi kos yang strategis dengan kampus. Harga yang ditawar pun sesuai dengan kocek mahasiswa. Aku mulai harus belajar mengatur keuangan sedimikian rupa agar tidak membengkak di kemudian hari. Konon, biaya hidup di Bandung hampir semahal di Jakarta.

Tiga tahun kemudian.................

“Alhamdulillah, kita bisa satu kos bersama, ya, Fa. Ga terasa, udah tiga tahun kita hidup survive di kota ini. Kalau ada masalah atau hal apapun yang terjadi, tolong ceritakan, ya, Fa”
“Iya, kak Afiy. Aku sangat senang bisa tinggal serumah denganmu. Tenang aja, kak. Kak Afiy udah ku anggap sebagai kakakku sendiri. Ohya, Kak, tadi kak Alfa menitipkan proposal ini untukmu.”
“Owh, terima kasih, Fa. Proposal ini sangat penting untuknya.”
“Memangnya proposal apa, Kak?”
“Dia akan ta’aruf dengan seorang akhwaty di kampus ini, Fa.”
“Ta’aruf, kak? Kak Alfa maw menikah?”
“Iya, jika ta’arufnya berjalan sukses. Doakan aja, ya, Fa..”

Aku diam membisu. Langit terasa menggelap di kepalaku. Ulu hatiku terasa sangat ngilu. Aku begitu syok. Benar-benar tidak percaya dengan perkataan kak Afiy. Tak mungkin aku menceritakan perasaanku sebenarnya ke kak Afiy, kalo aku sangat menyukai kak Alfa. Sebuah tabu yang tak ingin kuungkapkan. Aku menangis dalam hati dan kak Afiy tak tahu perasaan yang kualami saat ini. Selanjutnya aku meninggalkan ruangan kamar kak Afiy tanpa berkata apa-apa dan menunjukkan keanehan ekspresi. Aku mengunci pintu kamarku. Air mataku pun mengalir sangat deras.


Aku buka lembaran buku harian penyejuk hati. Aku pahami apa yang pernah aku tulis sebelumnya.  Di halaman ke sepuluh buku itu, aku menemukan tulisan tentang arti cinta. Cuplikan arti cinta ini aku ambil dari www.cyberdakwah.net. Semoga Alloh menguatkan hati dan pikiranku saat ini. Hati ini hanyalah milik-Nya. Kesedihan ini hanyalah bersifat fana dan sementara. Yaa, Aku tak pantas tenggelam dalam lautan kesedihan.


Bumi menjawab:
“CINTA adalah hamparan tempat tumbuh segala bahagia dan harapan akan itu. Ia memang diinjak dan dihinakan, tetapi ia tak peduli. Pikir Cinta hanya memberi, dan itu sajalah inginnya.”

Air menjawab:
“CINTA adalah hujan yang menumbuhkan benih-benih rasa kesukaan, kerelaan akan keterikatan, kerinduan dan kesenduan, atau samudera kasih yang luas sebagai naungan segala perasaan

Api menjawab:
“CINTA adalah panas yang membakar segala, ia memusnahkan untuk dapat hidup dan menyala. Demi merasakannya, makhluk rela terbakar dalam amarah dan kedurhakaan.”

Angin menjawab:
“CINTA adalah hembusan yang menebar sayang tanpa tahu siapa tujuannya. Orang bilang ia buta, sebab itu inginnya. Ia tak terlihat, tapi tanpanya segala raga akan hampa.”

Langit menjawab:
“CINTA adalah luasan tanpa batas. Luasnya tiada makhluk yang tahu. Kecuali bahwa cinta itu bahagia yang biru, atau derita kelam yang kelabu

Matahari menjawab:
“CINTA adalah hidup untuk memberi energi kehidupan dan cahaya harapan. Ia tak akan lelah memberi sampai ia padam dan mati.”

Pohon menjawab:
“CINTA adalah akar yang menopang segalanya. Ia tulus hingga tak perlu terlihat dan dikenal. Tapi ia terus memberi agar batang bahagia tetap kokoh abadi, berbuah dan berbunga indah.”

Gunung menjawab:
“CINTA adalah rasa yang menjulang tinggi. Rasa itu demikian tenang dan menyejukkan. Namun saat gundah, Ia akan meleburkan sekelilingnya dengan lautan lava cemburu yang membara.”

Lalu, Aku bertanya pada CINTA:
“Wahai CINTA, apakah sebenarnya arti dirimu??”

CINTA menjawab:
“CINTA adalah engkau patuh terhadap-Nya, meski kau tak melihat-Nya. Engkau tidak mencium-Nya atau meraba-Nya, tapi engkau patuh karena engkau merasa akan hadir-Nya. Sebab CINTA bukan indera, tapi adalah rasa.”

“CINTA adalah engkau takut akan amarah-Nya, dan takut jika Ia meninggalkanmu. Takut jika Ia tak menyukaimu lagi. Lalu engkau mencari-cari alasan untuk selalu dekat dengannya, bahkan jika engkau harus menderita, atau yang lebih mengerikan dari itu.”

“CINTA adalah engkau menyimpan segala harapan pada-Nya dan tidak pada yang lain. Engkau tidak mendua dalam harapan, dan demikian selamanya. Cinta adalah engkau setia menjadi budak-Nya, yang engkau hidup untuk-Nya dan mati untuk kesukaan-Nya akan dirimu, hidup dan mati untuk Dia. Engkau berusaha sekerasnya agar engkau diakui, hanya sebagai budak, sebagai hamba.”

“Diatas segalanya, CINTA adalah engkau merasa kasih sayang yang tunggal yang tidak engkau berikan pada yang lain, selain pada-Nya. Engkau rindu akan hadir-Nya dan melihat-Nya. Engkau suka apa yang Ia sukai dan benci apa yang Ia benci, engkau merasakan segala ada pada-Nya dan segala atas nama-Nya.”

Aku lantas bertanya pada CINTA:
“Bisakah aku merasakannya?”

Sambil berlari CINTA menjawab:
“Selama engkau mengetahui hakikat penciptaanmu dan bersyukur dengan apa yang Dia beri, maka itu semua akan kau rasakan, percayalah padaku tambahnya….”
Aku pun Berteriak, “Wahai KAU SANG MAHA PECINTA terimalah cintaku yang sederhana ini, izinkanlah aku merasakan cintaMu yang Maha Indah…”

***
Bismillahirrahmanirrahiim...

”Ya Alloh, ya Rabb Kami, lindungilah kami dari godaan syaithan yang terkutuk.....
Berilah kami petunjuk bahwa yang benar itu benar dan yang salah itu salah, kuatkan iman dan luruskan niat kami dalam menggapai ridho-Mu, ya Hadii....
Berilah kami kemudahan dalam beribadah, mensyukuri setiap nikmat-Mu, dan dekatkan kami dengan kebaikan agar kami selalu taat kepada-Mu, ya Rahman..”
Aamiin...

Itulah untaian doa yang terucap oleh kak Afiy. Aku begitu menikmati setiap kalimat doanya yang indah. Semoga Alloh, Tuhan Yang Maha Mendengar, senantiasa mengabulkan permohonan doa kami.


Hyumm...Aku sempat berpikir untuk menyatakan perasaanku ke kak Alfa. Begitu lemahnya kondisi imanku saat ini. Aku ingin kak Alfa mengetahui perasaanku selama ini. Syaithan begitu pintar menggodaku. Bayangan kak Alfa terus merajai hati dan pikiranku. Alhamdulillah, Alloh memberikan petunjuk bahwa aku harus segera melupakannya karena sebentar lagi, kak Alfa akan menikah dengan orang lain. Aku tahu apa yang terbaik untukku mungkin tidak baik di mata Alloh. Aku berusaha untuk selalu berprasangka baik atas apa yang telah terjadi. Ya. Semoga Alloh memberikan cahaya di hatiku.

Tepat jam empat sore, kak Alfa melakukan tanazur alias bertemu langsung dengan akhwat itu di kos kami. Aku pun mendampingi kak Afiy dan menjadi saksi pertemuan mereka. Aku penasaran dengan akhwat yang akan menjadi calon isteri kak Alfa. Namun sayang, ketika jarum jam panjang menunjukkan angka 9, akhwat tersebut tak kunjung datang. Kak Alfa sempat menanyakan kepastian kedatangan dari akhwat itu. Kak Afiy pun menghubungi akhwat itu dan percakapan telepon pun berlangsung cukup lama. Aku hanya diam membisu dan menerka alasan keterlambatannya.

“Mohon maaf, kak Alfa, tunggu sebentar lagi, yaa..” ucap kak Afiy tanpa menjelaskan kondisi sebenarnya.
“Okelah, akan saya tunggu sampai akhwaty itu datang.”
“Shafa, bisa berbicara di luar mihrab ini sebentar?”
“Ada apa, kak Afiy? Bagaimana dengan kak Alfa?”
“Sudahlah, ga apa-apa. Gue pengin ngomong penting ma elu bentar.”

Kami pun beranjak ke dalam kamar dan membicarakan hal yang penting.
“Setiap orang memiliki kesiapan untuk menikah pada waktu dan kesempatannya masing-masing, kan, Fa?”
“Iya, Kak. Ada juga yang sengaja untuk menunda untuk menikah meskipun tampaknya ia sudah siap untuk menikah. Btw, siapa calon Kak Alfa, Kak? Apakah mahasiswa di kampus kita juga?”
“Bukan..Kamu belum mengenalnya, Fa. Dia sudah lulus kuliah dan sekarang sedang merintis bisnis muslimah di kota ini. Sepengetahuanku, dia seorang muslimah yang taat dan kreatif. Buktinya, selepas lulus, dia berani merintis usaha catering bersama muslimah lainnya,” pernyataan Kak Afiy yang membuatku semakin cemburu. Kak Alfa pasti tidak salah memilih calon isteri. Dua minggu lagi dia akan diwisuda dan sudah memiliki calon isteri. Hatiku sangat sakit namun mencoba untuk tersenyum menghadapinya. Ya. Aku harus bisa meletakkan kebahagiaan dengan posisi yang benar.
“Wah, senangnya..Trus, kenapa akhwat itu belum datang juga, ya, Kak Fi?” tanyaku semakin penasaran.
“Ceritanya panjang, Fa. Akhwat itu membatalkan pertemuan ta’aruf ini, Fa. Gue sangat kaget dan kepikiran untuk mengganti kedatangan akhwaty itu dengan seseorang yang lebih pantas untuk kakak gue.”
“Hah? Kenapa, Kak? Koq tiba-tiba akhwat itu membatalkan? Siapa yang akan menggantikan?”
“Siapa lagi kalo bukan orang yang di hadapan gue?”
“Aku? Ah, kak Afiy pandai bercanda. Jangan bercanda di saat genting ini, Kak.”
“Dan jangan bercanda pula, jika kakak gue pengin segera menikah. Gue rasa elu cocok dengan kakakku. Ayolah, Fa, ini cuma tanazur, jika kak Alfa menyukaimu dan kau merasa cocok dengannya tinggal menempuh langkah selanjutnya.”

Hatiku berdesir pelan. Bagaimana mungkin kak Afiy menyatakan kalimat-kalimat itu?

“Aku belum siap, Kak. Aku kan masih semester enam.”
“Ya, gue taw itu. Tapi alasan itu bisa dijadikan proses selanjutnya. Hal yang penting saat ini adalah gue menemukan orang yang cocok untuk pasangan kak Alfa. Gue ga akan memaksa, Fa, jika kau keberatan terhadap pilihan ini. Masalahnya juga gue sulit menjelaskan alasan ketidakhadiran akhwat itu dalam pertemuan ini karena masalah privasinya. Hal yang jelas saat ini kondisi kesehatannya memburuk. Dia harus segera operasi jantung dan si akhwaty tidak ingin kak Alfa mengetahui kondisi kesehatannya saat ini. Dia meminta gue untuk mencari pengganti kak Alfa yang cocok.”

Aku berpikir panjang dan sangat terkejut akan pernyataan kak Afiy. Sebuah kesulitan besar yang kurasakan ketika aku memutuskan untuk menyetujui permintaan kak Afiy. Tapi hal ini menjadi peluang besar karena aku harus menyatakan perasaanku sebenarnya. Ya, mengungkapkan perasaanku di saat yang tepat. Aku tak bisa menunda lagi.

“Insya Alloh, kak. Aku akan mengganti posisi ketidakhadiran akhwaty itu.”
“Alhamdulillah....Serius, Fa? Ayo kita beranjak ke mihrab.”

Astagfirullah...kenapa saat ini keadaan berubah menjadi 1800? Posisiku saat ini adalah menjadi calon yang akan melakukan tanazur dengan kak Alfa. Ya Rabb...ketakutanku terasa membuncah jika kak Alfa menolakku mentah-mentah.
**

“Maaf, Kak Alfa, karena sudah menunggu terlalu lama. Sebenarnya calon kak Alfa sudah hadir dari tadi. Namun karena ada sedikit halangan yang membuatnya takut untuk bertanazur dengan kak Alfa,” ungkap kak Afiy.
“Oh, ga papa. Saya sudah membaca sekilas biodatanya. Saya maklum dengan kondisi ini. Hal ini juga pengalaman pertama saya dalam berta’aruf dengan seseorang.”

Aku mencoba untuk berbicara. Wajahku saat ini begitu merah. Bibir terasa kelu. Sangat malu mengungkapkannya.
“Saya sudah mengenal kak Alfa selama empat tahun. Dan sebenarnya, biodata yang dipegang kak Alfa bukanlah milik saya.”
Akhirnya suaraku keluar juga. Kak Afiy melihat mimik wajahku. Dia tersenyum puas karena aku termakan bujuk rayuannya.

“Hmm, spertinya saya mengenal suara ini. Shafa..?”
“Mohon maaf, kak Alfa, jika saya berbuat demikian. Karena saya benar-benar bingung jika harus menyerahkan biodata asli.”
Mihrab pun dibuka. Pandangan kami bertemu. Kak Alfa melihat kondisiku.

“Iya, kak. Maaf juga karena gue menyembunyikan biodata Shafa yang sebenarnya,” ungkap kak Afiy
“Sebenarnya, klo boleh jujur...Saya menyukai kak Alfa sudah lama, sejak pertemuan pertama hingga saat ini,“ ungkapku dengan eskspresi malu yang luar biasa.
Kak Afiy tercengang mendengar pernyataanku. Ia melihat ekspresi keseriusanku. Aku menunggu respon dari kak Alfa.

“Sebaiknya dalam berta’aruf tidak boleh ada kepalsuan di dalamnya. Karena masing-masing pihak akan mengenali calon pasangannya secara langsung maupun tidak langsung. Hmm...maaf, Shafa.”
Ucapan maaf terdengar dari mulut kak Alfa. Kecemasanku terasa membuncah. Apakah dengan adanya pernyataan maaf tersebut kak Alfa menolakku?

“Maaf, Shafa, jika kau harus mengungkapkan hal ini lebih dulu.”
“Maksud kak Alfa?” tanya kak Afiy penasaran.
“Hmmmmm..Ya, jika Shafa tidak keberatan, kita bisa melanjutkan ke langkah selanjutnya.”
“Kak Alfa menerima pernyataan Shafa?”
“Iya, tanpa keberatan sedikitpun. Seharusnya saya yang harus lebih dulu mengungkapkannya. Karena saya menyukai Shafa sejak lima tahun lalu.”
“Lima tahun lalu, kak? Kak Alfa pernah bertemu dengan Shafa sebelumnya?” tanya kak Afiy lebih penasaran.
“Iya. Sejak Shafa kelas tiga SMA. Aku masih ingat saat dulu tinggal di Jakarta, Fiy. Saat itu saya begitu kagum dengan anak SMA yang berprestasi dalam menemukan alat pendeteksi dan penghitung jentik nyamuk. Benar-benar sebuah karya yang fenomenal. Karya ilmiahnya begitu populer hingga di institut ini. Saya penasaran dengan personality orangnya dan ternyata kamu, Shafa.”
“Ya, tapi rasa kesukaan itu karena kagum saja, kan, kak?” tanya kak Afiy membuntut.
“Haha..Ya, iyalah..rasa kagum saya semakin bertambah ketika Shafa belajar di institut yang sama dengan saya. Cuma pada saat itu saya tidak yakin untuk melakukan ta’aruf lebih mendalam dengan Shafa karena saya tahu Shafa pasti belum siap. Maafkan saya, ya, Fa.”

Wajahku bertambah merah. Ternyata kak Alfa sudah mengenalku sebelum aku mengenalnya. Ya Rabb...Aku terasa sedang bermimpi. Saat ini kak Alfa sudah menyatakan perasaannya kepadaku. Aku bingung harus berkata apa lagi.

“Gimana, Shafa? Wah, benar-benar gue tak menyangka kalian menyimpan perasaan ini sudah lama, ya” ungkap kak Afiy.
“Shafa?” tanya kak Afiy lagi kepadaku.
“.............” Aku memilih diam. Aku benar-benar tidak percaya dengan kondisi ini.
“Karena Shafa diam, itu tandanya setuju, kak Alfa. OK, tinggal kita bicarakan lebih lanjut dengan keluarga Shafa di Tangerang,” lanjut kak Afiy.
“Baik, saya tidak keberatan,” pernyataan setuju kak Alfa.
**

“Bila belum siap melangkah lebih jauh dengan seseorang,
cukup cintai ia dalam diam ..
karena diammu adalah salah satu bukti cintamu padanya ..
kamu ingin memuliakan dia,
dengan tidak mengajaknya ke dalam hubungan terlarang,
kamu tak mau merusak kesucian dan penjagaan hatinya.
karena diammu memuliakan kesucian diri dan hatimu ..
menghindarkan dirimu dari hal-hal yang akan merusak izzah dan iffahmu ..
karena diammu bukti kesetiaanmu padanya ..
karena mungkin saja orang yang kau cinta adalah juga orang yang telah ALLAH Ta’ala pilihkan untukmu.. (hamba Alloh di bumi cinta-Nya)”

Final Editing : Kota Lunpia, 31 Maret 2012

Coretan awal:
An Maharani Bluepen
190311-05:05-

Read Users' Comments (4)

4 Response to "Final Editing: Cerpen CDD"

  1. Anonim, on 2 November 2011 pukul 14.40 said:

    sangat bagus, emosinya sangat mengalir dengan natural dan keterkaitan satu cerita dengan cerita yang lainnya sangat sinkron..keren laah!

  2. An, on 3 November 2011 pukul 11.14 said:

    baru belajar nulis, mbakk..
    ni ada sepenggal kisah dari Salim A.Fillah

  3. Aisyah Fathiyah-Tuti Wartati, on 12 November 2012 pukul 16.55 said:

    suka jawaban cinta dari matahari ^_^ “CINTA adalah hidup untuk memberi energi kehidupan dan cahaya harapan. Ia tak akan lelah memberi sampai ia padam dan mati.”
    “Wahai KAU SANG MAHA PECINTA terimalah cintaku yang sederhana ini, izinkanlah aku merasakan cintaMu yang Maha Indah…”

    indah sekali bahasanya...itu kisah nyata atau fiksi An?

  4. An, on 13 November 2012 pukul 00.57 said:

    Fiksi-lah, mbak Tuti..hihi.. :)
    makasii sudah berkunjung,yah..

Posting Komentar

Thanks for reading
^________^

 
Free Website templateswww.seodesign.usFree Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Wordpress Themeswww.freethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree CSS Templates Dreamweaver