Bersabar untuk Tak Menanti


Bersabar untuk Tak Menanti
Oleh Salim A. Fillah



Aku bukan tak sabar, hanya tak ingin menanti
Karena berani memutuskan adalah juga kesabaran
Karena terkadang penantian
Membuka pintu-pintu syaithan

Merenung dan memahami atas apa yang saya baca pada episode “Dua Tunggangan Umar ibn Al Khaththab”, buah karya Salim A. Fillah. Sebuah narasi yang indah.. Sebuah deskripsi bendungan hati yang tak terluapkan oleh sebuah tangisan. Terima kasih, sudah mencerahkan, akh. Salim A. Fillah.. Berikut untaian hikmah yang disampaikan oleh beliau:

Page 277
“Apakah kesabaran itu ada batasnya?” Tanya seorang ukhti dalam sebuah forum diskusi. “Bagi sahabat saya itu,” ia meneruskan, “Kesabaran berarti menunggu, dan terus menunggu. Padahal ta’aruf ini telah berjalan begitu lama. Sangat lama. Ikhwan itu selalu mengulur dan mengulur. Meminta waktu dan meminta waktu. Terus begitu.”
Nah, apakah kesabaran ada batasnya?
Ada tiga kategori sabar yang dituntunkan oleh Al Qur’an. ketiganya adalah sabar dalam menghadapi musibah dan ujian (QS 2: 155-156), sabar dalam ketaatan (QS 20: 132), serta sabar dalam untuk menjauhi kemaksiatan (QS 12: 33).
Page 278
Maka seringkali, kesabaran sejati tak selalu berarti menanti. Suatu saat, seorang laki-laki melamar wanita yang hendak dinikahinya. “Lamarannya ini kami terima,” begitu jawaban sang wali. “Tapi kami harap, pernikahannya masih dua atau tiga tahun lagi.”
Alangkah lama penantian baginya dan akan terasa lebih lama ketika sang pemuda menyadari bahwa hukum pernikahan baginya bukan lagi sunnah, melainkan WAJIB. Dia sudah begitu takut terjerumus dalam apa-apa yang Alloh benci. Di tangannya, kini telah ada penghasilan meski belum bisa disebut memadai. Maka, ia wajib untuk menikah.
Ia takut. Ia merasa tak sanggup untuk menanti. Dan ia memilih untuk memutuskan, meski berat dalam hatinya. Baginya, itulah sebuah kesabaran. Bukan, pada penantian yang membuka penantian yang membuka pintu-pintu syaithan. Dengan menyebut nama Alloh, sang pemuda menguatkan hati. Dan suaranya, meski agak serak, menggambarkan sebuah keteguhan hati.
“Urusan saya sekarang adalah segera menikah. Belum soal dengan siapa. Kalau saya ditakdirkan Alloh tak mendapatkan seorang calon mertua di sini, pada saat ini, Insya Alloh saya akan mencarinya di tempat lain. Dimulai sejak perjalanan pulang nanti, insya Alloh.”
Page 279
Semua mata terbelalak. Semua telainga sedikit merona. Mulut-mulut yang sedang minum dan mengudap hidangan harus dijaga agar tak tersedak. Untunglah, kemudian dia bisa menjelaskan prinsipnya. Alhamdullillah, semua memahaminya. Dia memilih sebuah kesabaran. Menjaga diri untuk selalu taat kepada Alloh serta menjauhi maksiat. Di tengahnya sebuah risiko menghujam dalam. Risiko tak jadi menikah dengan wanita yang telah dipilihnya dan ini diambil demi kemenangan yang lebih besar. Sabar.
Di jalan cinta para pejuang, sabar adalah lautan yang tak bertepi. Tapi menunggu itu ada batasnya. Batas itu adalah garis yang memisahkan ketaatan kepada Alloh dnegan pntu-pintu peluang untuk mendurhakainya. Dan di situlah, kita temui sebuah kesabaran sejati. Di jalan cinta para pejuang, sabarlah untuk taat, untuk tak durhaka, untuk menghadapi ujian-ujian yang jatuh menimpa di antara keduanya.
Andaikan sabar dan syukur adalah dua tunggangan
Aku jadi tak peduli
Mana yang harus ku kendarai.
(Umar ibn Al Khaththab)

Read Users' Comments (0)

0 Response to "Bersabar untuk Tak Menanti"

Posting Komentar

Thanks for reading
^________^

 
Free Website templateswww.seodesign.usFree Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Wordpress Themeswww.freethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree CSS Templates Dreamweaver