Catatan Rihlah, “Dari Gunung, Turun ke Laut”

Catatan Rihlah, “Dari Gunung, Turun ke Laut”
Oleh An Maharani Bluepen

Katakanlah, “Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) Kalimat-Kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) Kalimat-Kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan Tambahan sebanyak itu (pula).” (QS Al-Kahf : 109)




Catatan akhir tahun yang menyenangkan. Pada minggu lalu, saya mengisi agenda akhir tahun dengan rihlah bersama adik-adik Gamais 2011. Alhamdulillah, Alloh mengizinkan dan ibu-pun mengiyakan. Kehadiran saya sebagai alumni membuat kesan tersendiri, mengenang masa-masa organisasi yang membuat saya semakin bersemangat.

Masih ingat kejadian tujuh tahun silam, saat badai tsunami meluluhlantahkan bumi Aceh. Tepat di hari itu (24/12), kami mengabadikan kebersamaan dengan acara rihlah di pesisir Jepara. Sebelumnya, rencana acara rihlah akan diadakan di pegunungan Dieng. Namun karena ada bencana longsor di sana, tempat acara dipindah ke pesisir Jepara. Acara rihlah sengaja dilakukan seminggu sebelum Ujian Akhir Semester Gasal, untuk mengembalikan pikiran segar, membuang segala kepenatan, menambah keakraban dan tak kalah serunya adalah mengevaluasi kepengurusan organisasi dalam setahun ini. Banyak suka dan duka yang merajut tali ukhuwah di antara mereka, menguji kesabaran dan melatih kedewasaan. “Perjuangan tak berakhir sampai di sini, adik-adikku..Meski kalian berada di ranah lain, jiwa kalian masih berada di Gamais. Tetaplah bersemangat dalam memperjuangkan dakwah kampus FKM Undip,” tutur Mila, kadept kaderisasi Gamais dengan penuh semangat saat acara muhasabah.

Saya merasakan suasana berbeda dalam kepengurusan Gamais pada tahun 2011. Kesan ekslusif organisasi sudah mulai memudar, namun interaksi antar akhwat dan ikhwan begitu mencair. Tampaknya, sikap sanguinis mendominasi para ikhwan, sehingga para akhwat-pun merasa tak segan. Walau demikian, mereka masih memahami batas-batas wajar dalam interaksi lawan jenis. Jangan sampai interaksi yang terlalu cair itu menimbulkan virus-virus merah jambu di antara para aktivis. Hyummm..Di sini, para aktivis sudah selayaknya menjaga hati mereka, layaknya pasir putih yang bertebaran di antara kumpulan sampah yang terbuang di Pulau Panjang. Sudah sepantasnya, para aktivis bisa memberikan teladan, tawazun/ seimbang (akademik OK, organisasi-pun OK) dan terus bergerak demi perubahan yang lebih baik. Mewarnai lingkungan sekitar dengan cahaya kebaikan, bukan terwarnai oleh lingkungan yang ternoda.

Perjalanan ke Pulau Panjang membuat pikiran saya menjulang ke langit angkasa, merasakan sebuah kenikmatan syukur yang tak terkira, menerima terik matahari yang hangat serta memahami gerakan ombak pantai yang mengubah haluan kapal hingga kami sampai di pulau tujuan. Subhanallah...Pesona keindahan laut yang membiru. Ada terumbu karang, tanaman hijau rambat pantai, serta deretan pohon bakau yang mencegah arus abrasi. Suasana pantai Panjang begitu ramai, tak kalah dengan dermaga pantai Bandengan, tempat awal persinggahan. Pulau Panjang memiliki kekayaan alam yang alami, pasir putih yang melimpah ruah, dan daya eksotik yang tinggi. Saya semakin memuji kebesaran-Nya seraya mengucapkan tasbih dalam hati. Inikah sebagian kecil dari keagungan-Mu, Ya Rabb?

“Maka Nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan? Dan Kepunyaan-Nyalah bahtera-bahtera yang tinggi layarnya di lautan laksana gunung-gunung.” (QS Ar Rahmaan: 23-24)

Hanya satu jam saja kami menghabiskan waktu di pulau Panjangan. Saatnya untuk kembali ke pantai Bandengan untuk rehat sholat. Di pantai Bandengan, ada arena banana boat dan perlengkapan lengkap berenang. Namun demikian, saya tidak berani berbasah-basahan karena suasana begitu ramai dan tak elok jika dilakukan pada saat perut kelaparan. Hehehe....Saya memutuskan untuk makan di warung pinggiran pantai bersama dek Arti. Ada pula menu es degan putih yang menyegarkan, namun saya lebih memilih air putih untuk memulihkan ginjal saya yang kekeringan.

Senja pantai Bandengan diwarnai oleh awan pekat dan hujan turun dengan derasnya. Kami memutuskan untuk pulang ke Semarang dengan deretan muhasabah yang belum terselesaikan. Sebelumnya, kami mengunjungi rumah Azmi, ketua BEM FKM periode baru tahun 2012. Ternyata, rumahnya terletak di lembah gunung, kabupaten Jepara. Saat itu, kebetulan sang ketua sedang panen duren dan rambutan. Alhamdulillah, rasa lapar kami terobati dengan menikmati aneka buah-buahan tropis serta hidangan lezat. Acara ramah tamah-pun berakhir usai sholat Maghrib dan persiapan pulang menuju Semarang. 

Selama perjalanan pulang, terdapat acara lanjutan muhasabah yang tenang. Para anggota saling mengevaluasi diri, menyatakan khilaf dan menyuarakan kesan pesan selama di organisasi. Bahkan, ada pula yang bersimbah air mata. Kapan-pun dan dimana-pun, sepertinya memori acara rihlah ini menjadi fenomena berkesan bagi adik-adik Gamais 2011. Siip, dah..... Semoga Gamais periode tahun depan membawa perubahan dunia dakwah kampus yang lebih baik, yah..^^

Apapun amanah/ kedudukan/ profesi saat ini, ingatlah ayat cinta-Nya yang sangat menentramkan dan menguatkan hati:
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Alloh, niscaya Dia akan menolongmu dan Meneguhkan Kedudukanmu.” (QS Muhammad:7)

:")
26 Desember 2011

Read Users' Comments (0)

0 Response to "Catatan Rihlah, “Dari Gunung, Turun ke Laut”"

Posting Komentar

Thanks for reading
^________^

 
Free Website templateswww.seodesign.usFree Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Wordpress Themeswww.freethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree CSS Templates Dreamweaver