Resensi Novel, “Lima Pertanyaan”

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Bismillaahirrahmaanirrahiim


Resensi RTDW
pictAn (Maret 2014)
“Semua orang selalu diberikan kesempatan untuk kembali. Sebelum maut menjemput, sebelum semuanya benar-benar terlambat. Setiap manusia diberikan kesempatan mendapatkan penjelasan atas berbagai pertanyaan yang mengganjal hidupnya.”  Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu

Novel “Rembulan Tenggelam di Wajahmu” menceritakan kisah dari Ray, seseorang yang mendapatkan kesempatan melakukan perjalanan di masa lalu. Selama kondisi kritisnya, ia berinteraksi dengan sosok lelaki 'teduh' yang saya tebak sebagai Nabi Khidir. Yap. Cerita dalam novel ini hampir mirip dengan perjalanan spiritual Nabi Musa dalam berguru kepada Nabi Khidir dengan berbagai pertanyaan hikmah. Lima pertanyaan. Lima jawaban. Penjelasan yang Insya Allah membuat pembaca akan lebih peka, lebih membuka mata hati, dan memahami apa makna kehidupan dan sebab-akibat di dalamnya. Kelima pertanyaan itu saya rangkum di sini :)

Pertanyaan Pertama: “Apakah kita memang tidak pernah memiliki kesempatan untuk memilih saat akan dilahirkan?

Halaman awal diceritakan tentang gadis kecil bernama Rinai yang selalu menanyakan kedua orang tuanya kepada Tuhan. Gadis yatim piatu itu tinggal di panti asuhan. Saat malam takbiran, ia menangis atas nasib yang dihadapinya. Begitu pula dengan Ray. Sejak kecil Ray dibesarkan di panti asuhan tanpa mengenal kedua orang tuanya. Perbedaannya, Ray dikenal sebagai tokoh antagonis dan sebagai pemeran utama di perjalanan waktu ini. Di akhir cerita, kedua bocah malang itu ternyata memiliki garis takdir yang berkaitan.

Dari bab ini, saya mengambil pelajaran kesyukuran. Mensyukuri atas kasih sayang orang tua selama ini. Meski Ayah sudah meninggal sejak saya berusia dua tahun, saya masih berkesempatan untuk berbakti kepada mama saya di usia senjanya kini. Saya juga mensyukuri atas kepercayaan yang saya ikuti selama ini. Atas nikmat Iman, Islam, serta Ihsan. Saya pun tidak menyesali kenapa saya dilahirkan sebagai sosok wanita yang dianggap lemah jika dibandingkan pria. Itu sudah menjadi kodrat alam saya sebagai manusia. Begitu pula dengan jalan karir yang sedang saya tempuh sekarang. Saya yakin Allah masih memberikan kesempatan kepada saya untuk menjadi seorang Ibu, pendidik yang baik, dan penulis yang bermanfaat sepanjang hidupnya.
“Begitulah kehidupan, Ada yang kita tahu, ada pula yang tidak kita tahu. Yakinlah, dengan ketidak-tahuan itu bukan berarti Tuhan berbuat jahat kepada kita. Mungkin saja Tuhan sengaja melindungi kita dari tahu itu sendiri.”  Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
 **

Pertanyaan Kedua: “Apakah hidup ini adil?”
Ray, pemilik bisnis konglomerat itu menanyakan pertanyaan klise seperti itu. Menanyakan apakah hidup ini adil untuknya, adil untuk para sahabat yang menderita karena ulahnya, serta adil untuk belahan jiwa yang telah berpulang ke Rahmatullah? Pertanyaan kedua ini tidak mudah dijawab. Bukan karena jawabannya tidak ada. Sebaliknya, justru karena terlalu banyak alasannya. Masing-masing orang mengeluarkan pertanyaan sesuai dengan pemicu kenapa dia sampai bertanya.

Pertanyaan kedua ini melalui proses adegan tokoh yang sedemikian rumitnya. Mulai proses Ray di rumah singgah, menemui pelaku ‘kehidupan masa lalu’-nya, berkerja di proyek bangunan sampai menikah dengan seorang wanita yang ternyata memiliki kehidupan yang pelik. Namun karena niat baik, Ray bersama isterinya berhasil menjadi orang baik di kemudian hari.
“Bagi manusia, hidup itu juga sebab-akibat, Ray. Bedanya, bagi manusia sebab-akibat itu membentuk peta dengan ukuran raksasa. Kehidupanmu menyebabkan perubahan garis kehidupan orang lain, kehidupan orang lain mengakibatkan perubahan garis kehidupan orang lainnya lagi, kemudian entah pada siklus yang keberapa, kembali lagi ke garis kehidupanmu.... Saling mempengaruhi, saling berinteraksi.... Sungguh kalau kulukiskan peta itu maka ia bagai bola raksasa dengan benang jutaan warna yang saling melilit, saling menjalin, lingkar-melingkar. Indah. Sungguh indah. Sama sekali tidak rumit.” 
 Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
Pertanyaan ketiga: “Apakah makna kehilangan?”

Pertanyaan ini akan menjadi sederhana kalau kita melihatnya dari sisi yang berbeda. Sisi yang seringkali kita lupakan. Hampir semua orang pernah kehilangan sesuatu yang berharga miliknya. Apapun bentuk kehilangan itu, cara terbaik untuk memahaminya adalah selalu dari sisi yang pergi. Bukan dari sisi yang ditinggalkan. Kalau kita memaksakan diri memahaminya dari sisi yang ditinggalkan, maka kita akan mengutuk Tuhan, hanya mengembalikan kenangan masa-masa gelap itu. Bertanya apakah belum cukup semua penderitaan yang kita alami. Bertanya mengapa Tuhan tega mengambil kebahagiaan orang-orang baik, dan sebaliknya memudahkan jalan bagi orang-orang yang jahat. Kita tidak pernah menemukan jawabannya, karena kita sebagai sisi yang ditinggalkan. Kita tak pernah bisa berdamai dengan masa lalu.

Masya Allah, membaca bab ini membuat kelopak mata saya basah. Novel ini memang sebagai teman setia perjalanan saya dari Semarang-Bekasi-Jakarta saat Desember lalu. Dalam perjalanan bus, dan kereta, saya habiskan dengan mata berair. Sungguh, kesedihan yang saya rasakan tidak melebihi kesedihan yang terdapat di novel ini.
“Orang-orang yang memiliki tujuan hidup, tahu persis apa yg hendak dicapainya, maka baginya semua kesedihan yang dialaminya adalah tempaan, harga tujuan tersebut. Dan sebaliknya.”  “Hanya orang-orang dengan hati damailah yang boleh menerima kejadian buruk dengan lega.”  Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu

**
Pertanyaan keempat: “Apakah cinta itu?”

Seusai kematian isterinya, Ray dihadapkan oleh gadis anggrek putih yang sebetulnya mencintai Ray sepenuh hati. Namun sayang, bunga anggrek itu harus layu dari batangnya. Bagi Ray, hidup hanya sekali, mati sekali, maka jatuh cinta hanya sekali. Kehidupan Ray tetap terasa kosong walau hadir niat tulus dan kehangatan cinta dari orang lain.
“Tidak ada niat baik yang boleh dicapai dengan cara buruk, dan sebaliknya tidak ada niat buruk yang berubah baik meski dilakukan dengan cara-cara baik.”  Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu

Pertanyaan kelima: “Kenapa harus mengalami sakit berkepanjangan?”

Harta kekayaan yang melimpah tak ada artinya apabila didera oleh kondisi sakit yang berkepanjangan. Pria pemilik imperium bisnis tak berdaya itu dibelit infus dan banyak selang. Ray memberanikan diri mengungkapkan pertanyaan terakhirnya. Pada akhirnya, ia menemukan jawaban atas peristiwa-peristiwa yang telah ia alami. Roda kehidupannya benar-benar telah berputar. Ia memahami penyebab rangkaian takdir dialaminya selama ini.

Tuhan Maha Mengetahui. Saat Ray menatap sungguh wajah rembulan di malam hari. Membicarakan kepada alam atas semua yang telah terjadi. Berterima kasih kepada-Nya.
“Andaikata semua kehidupan ini menyakitkan, maka di luar sana pasti masih ada sepotong bagian yang menyenangkan. Kemudian kau akan membenak pasti ada sesuatu yang jauh lebih indah dari menatap rembulan di langit. Kau tidak tahu apa itu, karna ilmumu terbatas. Kau hanya yakin , bila tidak di kehidupan ini suatu saat nanti pasti akan ada yang lebih mempesona dibanding menatap sepotong rembulan yang sedang bersinar indah.”  Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu

Rujukan Quote:

Resensor:
An Maharani Bluepen
:: so speechless.. t-t :: saya beri bintang empat untuk novel berketebalan 426 halaman ini. Penerbit Republika sudah menayangkan ke-13 pada bulan Oktober 2013. Bagian pelengkap yang belum ada adalah ‘daftar isi novel’ sehingga membingungkan pembaca. Meski demikian, pesan novel ini sangat mendalam. Recommended bagi kamu penyuka purnama :)

Purnama @Tokyo University
pictAgy (Maret 2014)



Read Users' Comments (4)

4 Response to "Resensi Novel, “Lima Pertanyaan”"

  1. Rahma, on 20 Maret 2014 pukul 07.47 said:

    haiii an... ini buku yang dulu kamu ceritain ke saya kan...?

  2. An, on 20 Maret 2014 pukul 09.16 said:

    Betul, mbaak. Buku yang saya bawa pas perjalanan ke Bekasi saat Desember lalu :)

  3. Alfina Ari, on 24 April 2014 pukul 20.51 said:

    nice.. great review.. pelajaran baru untuk saya.. :)

  4. An, on 29 April 2014 pukul 10.37 said:

    Terima kasih Alfina. Semoga menjadi pelajaran bersama, yaa? :)

Posting Komentar

Thanks for reading
^________^

 
Free Website templateswww.seodesign.usFree Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Wordpress Themeswww.freethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree CSS Templates Dreamweaver